Minggu, 12 Mei 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


I.    PENDAHULUAN

Sejarah teknologi pendidikan perlu diketahui seseorang untuk menjadi seorang yang ahli dalam bidang teknologi pendidikan. Karena untuk menjadi ahli dalam bidang tertentu, seseorang harus mampu memiliki pengetahuan tentang sejarah dalam bidang bersangkutan.

Bidang teknologi pendidikan meliputi analisis masalah belajar dan kinerja, serta desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan proses pembelajaran dan sumber daya yang dimaksudkan dapat meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam berbagai pengaturan, lembaga pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional di bidang teknologi instruksional sering menggunakan prosedur teknologi instruksional yang sistematis dan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah meningkatkan perhatian untuk solusi non-instruksional untuk beberapa masalah belajar dan kine
rja. Penelitian dan teori yang terkait dengan masing-masing daerah tersebut juga merupakan bagian penting dari dalam bidang teknologi instruksional.

Selama bertahun-tahun, praktek-penggunaan sistematis prosedur teknologi pendidikan  dan penggunaan media untuk tujuan-instruksional telah membentuk inti dari bidang teknologi pendidikan. Dari perspektif sejarah, sebagian besar praktek yang berkaitan dengan media pembelajaran telah terjadi perkembangan yang berhubungan dengan teknologi pendidikan.

Melihat begitu pentingnya sejarah Teknologi Pendidikan sebagai landasan untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana Teknologi Pendidikan dalam tinjauan perkembangan sejarahnya, maka sebagai individu yang bergerak dibidang Teknologi Pendidikan, penulis tertarik untuk melakukan pembahasan tentang “Sejarah perkembangan teknologi pendidikan”.

Dalam makalah ini Penulis akan membahas banyak peristiwa penting dalam  rentetan sejarah bidang teknologi pendidikan yang telah terjadi di duniaa,  dan juga penekanan dalam buku yang menjadi sumber utama bahasan ini pada peristiwa yang telah terjadi di Amerika Serikat.


II.    PEMBAHASAN

A. Pengertian Teknologi Pendidikan

Istilah teknologi berasal dari bahasa yunani yaitu technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar kata teknologi berarti art, skill, science atau keahlian, ketarampilan dan ilmu. Jadi teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai pegangan atau pelaksanaan pendidikan secara sistematis.

Sedangkan dalam pengertian lain teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi, untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar.

 Dari konsep evolusi Teknologi Pendidikan menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan sama dengan media pembelajaran. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Teknologi Pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif. Perkembangan kajian teknologi pendidikan menghasilkan berbagai konsep dan praktek pendidikan yang banyak memanfaatkan media sebagai sumber belajar. Oleh karena itu, terdapat persepsi bahwa teknologi pendidikan sama dengan media pembelajaran, padahal kedudukan media berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah dalam penyampaian informasi atau bahan belajar. Dari segi sistem pendidikan, kedudukan teknologi pendidikan berfungsi untuk memperkuat pengembangan kurikulum terutama dalam disain dan pengembangan, serta implementasinya, bahkan terdapat asumsi bahwa kurikulum berkaitan dengan "what", sedangkan teknologi pendidikan mengkaji tentang "how". Dalam kaitannya dengan pembelajaran, teknologi pendidikan memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari mulai tahap disain, pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi, dan penilaian program dan hasil belajar.

Maka dalam istilah media pembelajaran telah didefinisikan sebagai sarana fisik melalui instruksi yang disajikan kepada peserta didik (Reiser & Gagnt. 1983). Berdasarkan definisi ini, setiap fisik berarti pengiriman instruksional, dari instruktur hidup, buku, komputer dan sebagainya, akan diklasifikasikan sebagai media instruksional. Mungkin lebih bijaksana bagi para praktisi di bidangnya untuk mengadopsi sudut pandang ini: Namun, dalam diskusi sebagian besar sejarah media pembelajaran, tiga sarana utama instruksi sebelum abad kedua puluh dan masih merupakan cara paling umum saat ini yaitu guru, papan tulis, dan buku teks. Ketiga itu telah dikategorikan secara terpisah dari media lain (ef. Komisi Instructional Technology, 1970). Dengan demikian, media pembelajaran akan didefinisikan sebagai sarana fisik, selain guru, papan tulis, dan buku teks, melalui instruksi yang disajikan kepada peserta didik.


B. Perkembangan Sejarah Teknologi Pendidikan

1. Sejarah Teknologi Pendidikan menurut Definisi TP

Teknologi pendidikan pada awal tahun 1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan. Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. Pembelajaran visual terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini berlanjut sampai 1950. Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada awalnmya berkembang sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu pada konsep teknologi sebagai cara, maka awal perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban. Usaha untuk merumuskan Teknologi pendidikan secara terorganisasi dimulai sejak tahun 1960.

a.   Tahun 1960 

Teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang banyak menjadi perhatian dilingkungan ahli pendidikan, teknologi pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian tentnag penggunaan audio visual dan program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan.

b.   Tahun 1963

Di tahun 1963 teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Hal ini merupakan suatu hal yang berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap teknologi pendidikan Perubahan disini yang mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.

c.    Tahun 1970

Tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat potensial yang berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah.

d.   Tahun 1977

Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.

2. Sejarah Teknologi Pendidikan menurut Masa Sejarah

Lebih lanjut sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tahun saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :

a.     Metode Kaum Sofi

Perkembangan dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor.

Pandangan ajaran kaum Sofi didasarkan atas :

i.        Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi.
ii.      Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspek-aspek moral dan hukum.
iii.    Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
iv.    Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
v.      Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.

Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.


b.   Metode Socrates

Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakan disebut dengan Maieutik atau menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaannya berlangsung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.


c.    Metode Abelard

Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulkan jawaban itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.


d.   Metoda Lancaster

Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa menulis.


e.    Metoda Pestalozi.

Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan, dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang baru itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa perintisan ke arah pendayagunaan perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajari angka, bentuk, posisi dan warna disain.


f.    Metoda Froebel.

Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidikan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupannya. Karena itulah Froebel mendirikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak-kanak. Metoda pengajaran Kindergarten dari Froebel meliputi kegiatan berikut ini :
i.        Bermain dan bernyanyi
ii.      Membentuk dengan melakukan kegiatan.
iii.    Grift dan Occupation.


g.   Metoda Friedrich Herbart.

Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.

3. Sejarah Teknologi Pendidikan yang Berkembang di Amerika Serikat

a.   Museum sekolah

Di Amerika Serikat, penggunaan media untuk tujuan pembelajaran telah dilacak kembali setidaknya sebagai awal dekade pertama abad kedua puluh (Saettler, 1990). Pada waktu telah ada sebuah museum sekolah. Saettler (1968) telah mengindikasikan, museum ini menjabat sebagai unit administrasi pusat untuk instruksi visual dengan distribusi mereka dari pameran museum portabel, stereograf (tiga-dimensi foto), slide, film, cetakan studi, grafik, dan bahan instruksional “(hal. 89). Museum sekolah pertama dibuka di St Louis pada tahun 1905, dan tidak lama kemudian, museum sekolah dibuka di Reading, Pennsylvania, dan Cleveland, Ohio. Meskipun beberapa museum tersebut telah berdiri sejak awal 1900-an, daerah pusat terbesar media dapat dianggap modern.

Saettler (1990) juga menyatakan bahwa bahan yang disimpan di museum sekolah dipandang sebagai bahan pelengkap kurikulum. Mereka tidak dimaksudkan untuk menggantikan guru atau buku teks. Sepanjang seratus tahun terakhir, pandangan awal tentang peran media pembelajaran tetap lazim di komunitas pendidikan pada umumnya.

Artinya, banyak pendidik telah melihat media pembelajaran sebagai sarana pelengkap dalam menyajikan instruksi. Sebaliknya, guru dan buku teks umumnya dipandang sebagai sarana utama menyajikan instruksi, dan guru biasanya diberikan kewenangan untuk memutuskan apa media pembelajaran lain yang akan mereka lakukan. Selama bertahun-tahun, sejumlah profesional di bidang desain instruksional dan teknologi (misalnya, Heinich, 1970) berpendapat terhadap gagasan ini, menunjukkan bahwa :

(a)  guru harus dilihat pada kedudukan yang sama dengan media instruksional, sebagai hanya salah satu dari banyak kemungkinan berarti untuk menyajikan instruksi,

(b)  guru tidak boleh diberikan otoritas tunggal untuk memutuskan apa yang media pembelajaran yang akan digunakan di ruang kelas. Namun, dalam komunitas pendidikan yang luas, pandangan ini tidak begitu disukai.


b.  Gerakan Visual Instruksi dan Film Instruksional

Seperti Saettler (1990) telah mengindikasikan, di awal abad kedua puluh, kebanyakan media yang disimpan di museum sekolah media visual, seperti film, slide, dan foto. Jadi pada saat itu, meningkatnya minat dalam menggunakan media di sekolah itu disebut sebagai “instruksi visual” atau “pendidikan visual” gerakan. Istilah terakhir ini digunakan setidaknya 1908, ketika diterbitkan Perusahaan Tampilkan Keystone Visual Pendidikan, panduan guru untuk slide lentera dan stereograf.

Selain lentera ajaib (lentera proyektor slide) dan stereopticons (Stereograf pemirsa), yang digunakan di beberapa sekolah selama paruh kedua abad kesembilan belas (Anderson, 1962), gerakan gambar proyektor adalah salah satu perangkat media pertama digunakan di sekolah-sekolah. Di Amerika Serikat, katalog pertama film instruksional diterbitkan pada 1910. Setalah 1910, sistem sekolah publik Rochester, New York, menjadi yang pertama untuk mengadopsi film instruksional untuk penggunaan biasa. Pada tahun 1913, Thomas Edison menyatakan, “Buku akan segera menjadi usang di sekolah-sekolah …. Hal ini dimungkinkan untuk mengajar setiap cabang pengetahuan manusia dengan gerak gambar sistem sekolah kami akan benar-benar berubah dalam sepuluh tahun mendatang.” (Dikutip di Saettler,, 1968 hlm 98).

Sepuluh tahun setelah Edison membuat perkiraan-nya, apa yang ia meramalkan tidak datang. Namun, selama dekade ini (1914-1923), gerakan instruksi visual tidak tumbuh. Lima organisasi profesional nasional untuk instruksi visual didirikan, lima jurnal berfokus pada instruksi visual yang mulai diterbitkan, lebih dari dua puluh lembaga-lembaga pelatihan guru mulai menawarkan program dalam instruksi visual, dan setidaknya selusin kota besar sistem sekolah dikembangkan biro visual pendidikan (Saettler , 1990).


c.    Gerakan Audiovisual Instruksi dan Radio Instruksional

Diakhir tahun 1920 dan sepanjang tahun 1930-an, kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti siaran radio, rekaman suara, dan gambar gerak suara menyebabkan meningkatnya minat dalam media pembelajaran. Dengan munculnya media yang menggabungkan suara, gerakan instruksi memperluas visual yang dikenal sebagai gerakan instruksi audiovisual (Finn, 1972; McCluskey, 1981). Namun, McCluskey (1981), yang merupakan salah satu pemimpin dalam bidang selama periode ini, menunjukkan bahwa sementara lapangan terus tumbuh, komunitas pendidikan pada umumnya tidak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tersebut. Dia menyatakan bahwa tahun 1930, kepentingan komersial dalam gerakan instruksi visual yang telah menginvestasikan dan kehilangan lebih dari $ 50 juta, dan hanya bagian dari kerugian itu karena Depresi Besar, yang dimulai pada tahun 1929.

Terlepas dari efek ekonomi yang merugikan akibat Depresi Besar, audiovisual dalam gerakan konstruksi terus berkembang. Menurut Saettler (1990), salah satu peristiwa paling penting dalam evolusi ini adalah penggabungan pada tahun 1932 dari tiga organisasi yang ada profesional nasional untuk instruksi visual. Sebagai hasilnya, kepemimpinan dalam gerakan itu dikonsolidasikan dalam satu organisasi, Departemen Instruksi Visual, yang pada saat itu merupakan bagian dari National Education Association. Selama bertahun-tahun, organisasi ini, yang diciptakan pada tahun 1923 dan sekarang disebut Asosiasi untuk Pendidikan Komunikasi dan Teknologi, telah mempertahankan peran kepemimpinan dalam bidang desain instruksional dan teknologi.

Selama tahun 1920-an dan 1930-an, sejumlah buku pada topik pembelajaran visual ditulis. Mungkin yang paling penting dari buku teks adalah Visualisasi Kurikulum, yang ditulis oleh Charles F. Hoban, Sr, Charles F. Hoban, Jr, dan Stanley B. Zissman (1937). Dalam buku ini, penulis menyatakan bahwa nilai materi audiovisual adalah fungsi derajat realisme. Para penulis juga disajikan hirarki media, mulai dari mereka yang bisa hadir hanya konsep-konsep dengan cara abstrak bagi mereka yang memungkinkan untuk representasi sangat konkret (Heinich, Molenda, Russell, & Smaldino, 1999). Beberapa ide-ide ini sebelumnya telah dibicarakan oleh orang lain tetapi belum ditangani secara menyeluruh. Pada tahun 1946, Edgar Dale kemudian dijabarkan lebih lanjut pada ide-ide ketika dia mengembangkan terkenal “Pengalaman Cone.” Sepanjang sejarah audiovisual dalam gerakan konstruksi, banyak telah menunjukkan bahwa bagian dari nilai bahan audiovisual adalah kemampuan mereka untuk menyajikan konsep-konsep secara konkret (Saettler, 1990).

Sebuah media yang mendapat perhatian besar selama periode ini adalah radio. Pada awal 1930-an, penggemar audiovisual banyak yang mengelu-elukan radio sebagai media yang akan merevolusi pendidikan. Misalnya, dalam mengacu pada potensi instruksional radio, film, dan televisi, editor publikasi untuk Asosiasi Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “suatu hari mereka akan seperti buku dan kuat dalam efek mereka pada belajar dan mengajar” (Morgan , 1932, hlm ix). Namun, bertentangan ini, melalui radio dua puluh tahun ke depan memiliki dampak yang sangat sedikit pada praktek instruksional (Kuba, 1986).


d.   Perang Dunia II

Dengan terjadinya Perang Dunia II, pertumbuhan gerakan audiovisual di sekolah-sekolah melambat, namun, perangkat audiovisual yang digunakan secara luas dalam pelayanan militer dan dalam industri meningkat. Sebagai contoh, selama perang, Angkatan Darat Amerika Serikat Angkatan Udara menghasilkan film pelatihan lebih dari 400 dan 6G0 filmstrips, dan selama periode dua tahun (dari pertengahan 1943 sampai pertengahan 1945), diperkirakan bahwa lebih dari empat juta pertunjukan film pelatihan untuk personel militer AS. Meskipun ada sedikit waktu dan kesempatan untuk mengumpulkan data mengenai dampak dari film pada kinerja personil militer, beberapa survei instruktur militer mengungkapkan bahwa mereka percaya bahwa film pelatihan dan filmstrips yang digunakan selama perang itu trainintools efektif (Saettler , 1990). Setidaknya beberapa musuh telah disepakati; pada tahun 1945, setelah perang berakhir, Kepala Staf Umum Jerman mengatakan, “Kami memiliki segalanya dihitung sempurna kecuali kecepatan Amerika mampu melatih orang-orang yang salah perhitungan utama meremehkan penguasaan mereka cepat dan lengkap pendidikan film “(dikutip dalam Olsen & Bass, 1982, hal 33)

Selama perang, film-film pelatihan juga memainkan peran penting dalam mempersiapkan warga sipil di Amerika Serikat untuk bekerja dalam bidang industri. Pada tahun 1941, pemerintah federal membentuk Divisi Visual Aids untuk Pelatihan Perang. Dari tahun 1941 sampai 1945, organisasi ini mengawasi produksi film 457 pelatihan. Kebanyakan direksi pelatihan melaporkan bahwa film mengurangi waktu pelatihan tanpa memiliki dampak negatif pada efektivitas pelatihan dan bahwa film lebih menarik dan menghasilkan absensi kurang dari program pelatihan tradisional (Saettler, 1990).

Selain film-film pelatihan dan proyektor film, berbagai bahan dan peralatan audiovisual lainnya yang bekerja dalam militer dan bidang industri selama Perang Dunia II. Perangkat yang digunakan secara luas termasuk proyektor overhead, yang pertama kali dihasilkan selama perang; proyektor slide, yang digunakan dalam mengajar pengakuan pesawat dan kapal: peralatan audio, yang digunakan dalam mengajar bahasa asing: dan simulator dan perangkat pelatihan, yang dipekerjakan dalam pelatihan penerbangan (Olsen & Bass, 1982 Saettler, 1990).


e.    Pasca Perang Dunia II Perkembangan dan Media Penelitian

Perangkat audiovisual yang digunakan selama Perang Dunia II secara umum dianggap sukses dalam membantu Amerika Serikat memecahkan masalah utama pelatihan: bagaimana melatih efektif dan efisien individu dengan latar belakang beragam. Sebagai hasil dari keberhasilan nyata, setelah perang ada minat baru dalam menggunakan perangkat audiovisual di sekolah-sekolah (Finn. 1972: Olsen & Bass, 1982).

Dalam dekade setelah perang, beberapa program penelitian audiovisual intensif dilakukan  Studi penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari program ini dirancang untuk mengidentifikasi bagaimana berbagai fitur, atau atribut, bahan audiovisual yang terkena pembelajaran, tujuan untuk mengidentifikasi atribut yang akan memfasilitasi pembelajaran dalam situasi tertentu. Misalnya, satu program penelitian, yang dilakukan di bawah arahan ArthurA. Lumsdaine, difokuskan pada identifikasi bagaimana belajar dipengaruhi oleh berbagai teknik untuk memunculkan respon siswa terbuka selama menonton Film instruksional (Lumsdaine, 1963).

Pasca-Perang Dunia II program penelitian audiovisual adalah upaya terkonsentrasi pertama untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan dalam desain bahan audiovisual. Namun, praktik-praktik pendidikan tidak terlalu dipengaruhi oleh program-program penelitian bahwa praktisi utama mengabaikan atau tidak dibuat sadar banyak temuan penelitian (Lumsdaine. 1963. 1964).

Sebagian besar penelitian media yang telah dilakukan selama bertahun-tahun dibandingkan seberapa banyak siswa telah belajar, setelah menerima pelajaran yang disajikan melalui media tertentu, seperti film, televisi, radio, atau komputer, versus berapa banyak siswa telah belajar dari hidup instruksi pada topik yang sama. Studi jenis ini, sering disebut studi media perbandingan, biasanya mengungkapkan bahwa siswa belajar sama baiknya terlepas dari sarana presentasi (Clark, 1983, 1994; Schramm, 1977). Mengingat temuan ini, kritikus penelitian tersebut telah menyarankan bahwa fokus studi tersebut harus berubah. Beberapa berpendapat bahwa peneliti harus fokus pada atribut (karakteristik) media (Levie & Dickie, 1973), yang lain menyarankan pemeriksaan bagaimana media mempengaruhi pembelajaran (Kozma, 1991, 1994), dan yang lainnya telah menyarankan bahwa fokus penelitian harus pada metode pengajaran, bukan pada media yang memberikan metode-metode (Clark, 1983, 1994). Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa jenis studi telah menjadi lebih umum.


f.    Teori Komunikasi

Selama awal 1950-an, banyak pemimpin dalam gerakan nstruksi audiovisual menjadi tertarik pada berbagai teori atau model komunikasi, seperti model yang diajukan oleh Shannon dan Weaver (1949). Model ini berfokus pada proses komunikasi, sebuah proses yang melibatkan pengirim dan penerima pesan dan saluran, atau media, melalui mana pesan yang dikirim. Para penulis model ini menunjukkan bahwa selama perencanaan untuk komunikasi, maka perlu untuk mempertimbangkan semua unsur dari proses komunikasi dan tidak hanya fokus pada media, karena banyak di bidang audiovisual cenderung untuk melakukan. Sebagai Berlo (1963) menyatakan, “Sebagai orang komunikasi saya harus berpendapat kuat bahwa itu adalah proses yang sentral dan bahwa media meskipun penting, adalah hal sekunder” (hal. 378). Beberapa pemimpin dalam gerakan audiovisual, seperti Dale (1953) dan Finn (1954), juga menekankan pentingnya proses komunikasi. Meskipun pada awalnya, praktisi audiovisual tidak sangat dipengaruhi oleh gagasan (Lumsdaine. 1964; Mcierhenry, 1980), ekspresi dari sudut pandang akhirnya membantu untuk memperluas fokus gerakan audiovisual (Ely, 1963, 1970; Silber, 1981 ).


g.   Televisi Pembelajaran

Mungkin faktor yang paling penting mempengaruhi gerakan audiovisual pada 1950-an adalah meningkatnya minat dalam televisi sebagai media untuk memberikan instruksi. Sebelum tahun 1950-an, telah terjadi sejumlah kasus di mana televisi telah digunakan untuk tujuan instruksional (Gumpert, 1967; Taylor, 1967). Selama tahun 1950-an, bagaimanapun, ada pertumbuhan yang luar biasa dalam penggunaan televisi pembelajaran. Pertumbuhan ini dirangsang oleh setidaknya dua faktor utama.

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan televisi pembelajaran adalah keputusan tahun 1952 oleh Komisi Komunikasi Federal untuk menyisihkan 242 saluran televisi untuk tujuan pendidikan. Keputusan ini menyebabkan perkembangan pesat sejumlah besar masyarakat (kemudian disebut “pendidikan”) stasiun televisi. Pada tahun 1955, ada tujuh belas stasiun seperti di Amerika Serikat, dan pada tahun 1960, jumlah itu meningkat menjadi lebih dari lima puluh (Blakely, 1979). Salah satu misi utama dari stasiun-stasiun ini adalah presentasi dari program pembelajaran. Sebagai Hezel (1980) menunjukkan, “Peran mengajar telah dianggap berasal dari penyiaran publik sejak asal-usulnya. Terutama sebelum tahun 1960-an, pendidikan penyiaran dipandang cepat dan efisien, berarti murah untuk memuaskan kebutuhan pembelajaran bangsa” (hal. 173).

Pertumbuhan televisi pembelajaran selama tahun 1950 juga dirangsang oleh dana yang disediakan oleh Ford Foundation. Diperkirakan bahwa selama tahun 1950-an dan 1960-an, yayasan dan lembaga yang menghabiskan lebih dari $ 170.000.000 di televisi pendidikan (Gordon, 1970). (Di Indonesia juga ada televisi pendidikan. Yaitu di era 1970-an. Waktu era itu disiarkan program ACIL). Proyek yang disponsori oleh yayasan termasuk sistem televisi sirkuit tertutup digunakan untuk memberikan instruksi dalam semua bidang subjek utama di semua tingkatan kelas di seluruh sistem sekolah di Washington County (Hagerstown), Maryland, sebuah kurikulum SMP sampai universitas yang disajikan melalui televisi publik di Chicago, sebuah program penelitian eksperimental skala besar dirancang untuk menilai efektivitas dari serangkaian program kuliah yang diajarkan melalui televisi sirkuit tertutup di Pennsylvania State University, dan Program Midwest pada Instruksi televisi Airborne, sebuah program yang dirancang untuk secara bersamaan mengirimkan pelajaran televisi dari pesawat terbang untuk sekolah di enam negara.

Pada pertengahan 1960-an, banyak kepentingan dalam menggunakan televisi untuk tujuan instruksional mereda. Banyak proyek-proyek televisi pembelajaran yang dikembangkan selama periode ini memiliki kehidupan yang pendek. Masalah ini sebagian karena kualitas pembelajaran biasa-biasa saja dari beberapa program yang dihasilkan, banyak dari mereka tidak lebih daripada saat seorang guru memberikan kuliah. Pada tahun 1963, Ford Foundation memutuskan untuk memfokuskan dukungan pada televisi publik secara umum, daripada di sekolah aplikasi televisi instruksional (Blakely, 1979). Banyak sekolah dihentikan proyek televisi demonstrasi pembelajaran apabila dana eksternal untuk proyek-proyek dihentikan (Tyler. 1975b). Pemrograman pembelajaran masih merupakan bagian penting dari misi televisi publik, tapi misi yang sekarang lebih luas, meliputi jenis lain pemrograman, seperti presentasi budaya dan informasi (Hezel, 1980). Dalam terang perkembangan ini dan lainnya, pada tahun 1967, Komisi Carnegie di Televisi Pendidikan menyimpulkan:

Peran yang dimainkan dalam pendidikan formal oleh televisi pembelajaran di seluruh satu kecil … tidak ada yang mendekati potensi sesungguhnya dari televisi pembelajaran yang direalisasikan dalam praktek …. Dengan pengecualian kecil, hilangnya total televisi pembelajaran akan meninggalkan sistem pendidikan fundamental tidak berubah. (hal. 80-81)

Banyak alasan yang telah diberikan, mengapa televisi pembelajaran tidak diadopsi untuk tingkat yang lebih besar. Ini termasuk resistensi guru untuk penggunaan televisi di ruang kelas mereka, biaya instalasi dan pemeliharaan sistem televisi di sekolah, dan ketidakmampuan televisi sendiri untuk memadai menyajikan berbagai kondisi yang diperlukan untuk kepentingan belajar siswa(Gordon, 1970; Tyler , 1975b).


h.   Pergeseran Terminologi

Pada awal 1970-an, istilah teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran mulai menggantikan instruksi audiovisual sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan aplikasi media untuk tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahun 1970, nama organisasi profesional utama dalam bidang itu diubah dari Departemen Audiovisual Instruksi kepada Asosiasi untuk Komunikasi dan Teknologi Pendidikan (AECT). Kemudian dalam dekade, nama dari dua jurnal yang diterbitkan oleh AECT juga berubah: Tinjauan Komunikasi Audiovisual menjadi Komunikasi Pendidikan dan Jurnal Teknologi, dan Instruksi Audiovisual menjadi Inovator Instruksional. Selain itu, kelompok yang dibentuk pemerintah AS untuk memeriksa dampak media instruksi disebut Komisi Instructional Technology. Terlepas dari terminologi, bagaimanapun, sebagian besar individu di lapangan sepakat bahwa sampai saat itu, media pembelajaran telah memiliki dampak minimal pada praktek-praktek pendidikan (Komisi Instructional Technology, 1970; Kuba, 1986)


i.     Komputer: Dari tahun 1950 sampai 1995

Setelah minat di televisi pembelajaran memudar, inovasi teknologi berikutnya untuk menangkap perhatian sejumlah besar pendidik adalah komputer. Meskipun minat yang luas dalam komputer sebagai alat instruksional tidak terjadi sampai tahun 1980-an, komputer pertama kali, digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pada tanggal lebih awal. Banyak karya awal di komputer-dibantu instruksi (CAI) dilakukan pada tahun 1950 oleh peneliti di IBM, yang mengembangkan bahasa CAI. Penulisan pertama dan dirancang salah satu program CAI pertama untuk digunakan di sekolah-sekolah umum. Pelopor lain di daerah ini termasuk Gordon Pask, yang adaptif mesin mengajar memanfaatkan teknologi komputer (Lewis & Pask, 1965; Pask, 1960; Stolorow & Davis, 1965), dan Richard Atkinson dan Patrick Suppes, yang bekerja selama tahun 1960 menyebabkan beberapa aplikasi CAI awal di kedua sekolah publik dan tingkat universitas (Atkinson & Hansen, 1966; Suppes & Macken, 1978). Upaya besar lain selama 1960-an dan awal 1970-an termasuk pengembangan sistem CAI seperti PLATO dan TICCIT. Namun, meskipun pekerjaan yang telah dilakukan, pada akhir 1970-an, CAI punya dampak yang sangat sedikit pada pendidikan (Pagliaro, 1983).

Pada awal 1980-an, beberapa tahun setelah mikrokomputer tersedia untuk masyarakat umum, antusiasme terhadap alat ini menyebabkan meningkatnya minat dalam menggunakan komputer: untuk tujuan pembelajaran. Pada Januari 1983, komputer sedang digunakan untuk tujuan pembelajaran di lebih dari 40% dari semua sekolah dasar dan lebih dari 75% dari semua sekolah menengah di Amerika Serikat (Pusat Organisasi Sosial Sekolah, 1983).

Banyak pendidik yang tertarik terhadap mikrokomputer karena mereka relatif dalam mahal, yang cukup kompak untuk penggunaan desktop, dan bisa melakukan banyak fungsi yang dilakukan oleh komputer besar yang telah mendahului mereka. Seperti kasus Whe lain-media baru pertama kali diperkenalkan ke dalam arena pembelajaran, banyak diharapkan bahwa media ini akan berdampak besar pada praktek pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahun 1984. Papert menunjukkan bahwa komputer akan menjadi “katalis yang sangat mendalam dan radio: perubahan dalam sistem pendidikan” (hal. 422) dan bahwa pada tahun 1990, satu komputer per anak akan menjadi negara yang sangat umum urusan di sekolah-sekolah di Amerika Serikat.

Meskipun komputer akhirnya dapat memiliki dampak besar pada praktek pembelajaran di sekolah, pada pertengahan 1990-an, memiliki dampak kecil. Survei mengungkapkan bahwa pada 1995, meskipun sekolah-sekolah di Amerika Serikat yang dimiliki, rata-rata, satu komputer untuk sembilan siswa, dampak komputer pada praktek pembelajaran sangat minim, dengan sejumlah besar guru pelaporan penggunaan sedikit atau tidak ada komputer untuk tujuan instruksi. Selain itu, dalam banyak kasus, penggunaan komputer jauh dari inovatif. Di sekolah dasar, guru melaporkan bahwa komputer sedang digunakan terutama untuk … dan praktek; pada tingkat menengah, laporan menunjukkan bahwa komputer digunakan utama untuk mengajar keterampilan yang berkaitan dengan komputer seperti pengolah kata (Anderson & Ronnkvi1999; Becker, 1998; Kantor Technology Assessment, 1995)


j.     Perkembangan terbaru

Sejak tahun 1995, kemajuan pesat dalam komputer dan teknologi digital lainnya, serta Internet, telah menyebabkan minat yang meningkat pesat, dan penggunaan, media ini untuk tujuan pembelajaran, khususnya dalam pelatihan bisnis dan industri. Sebagai contoh, sebuah survei terbaru dari lebih dari 750 perusahaan pelatihan industri (Bassi & Van Buren, 1999) mengungkapkan bahwa persentase dari pelatihan yang disampaikan melalui teknologi baru seperti CD-ROM, intranet, dan internet meningkat dari kurang dari 6% di tahun 1996 menjadi lebih dari 9% pada tahun 1997 dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 22% pada tahun 2000. Survei lain baru-baru ini melaporkan bahwa pada tahun 1999, 14% dari semua pelatihan formal disampaikan melalui komputer (“Industri Laporan 1999″, 1999).

Dalam beberapa tahun terakhir, minat dalam menggunakan Internet untuk tujuan pembelajaran juga telah berkembang pesat dalam pendidikan tinggi dan militer. Sebagai contoh, antara 1994-95 dan 1997-98 tahun akademik, pendaftaran dalam kursus-kursus belajar jarak jauh di lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat hampir dua kali lipat, dan persentase institusi yang menawarkan program pembelajaran jarak jauh meningkat dari 33% menjadi 44%, dengan 78% dari publik empat tahun lembaga yang menawarkan program tersebut. Selain itu, sedangkan pada tahun 1995, hanya 22% dari lembaga pendidikan tinggi menawarkan program pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi internet berbasis asynchronous, pada tahun 1997-98 akademik, 60% dari lembaga melakukannya (Lewis. Salju, Farris, Levin, & Greene, 1999). Dalam militer, pada tahun 2000, Sekretaris Angkatan Darat AS mengumumkan bahwa 5600000000 akan dihabiskan selama enam tahun ke depan untuk memungkinkan tentara untuk mengambil kursus pendidikan jarak jauh melalui Internet (Carr, 2000).

Sejak tahun 1995, ada juga peningkatan yang signifikan dalam jumlah teknologi yang tersedia di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Sebagai contoh, hasil survei nasional 1998 (Anderson & Ronnkvist, 1999) mengungkapkan bahwa sementara pada tahun 1995 rata-rata ada satu komputer untuk setiap sembilan siswa, pada tahun 1998 rasio tersebut telah dikurangi menjadi satu komputer untuk setiap enam siswa. Selain itu, persentase sekolah yang memiliki akses Internet meningkat dari 50% pada 1995 menjadi 90% pada tahun 1998. Namun,. sebagaimana telah terjadi sepanjang sejarah media pembelajaran, peningkatan kehadiran teknologi di sekolah-sekolah tidak selalu berarti peningkatan penggunaan teknologi yang untuk tujuan pembelajaran. Anderson & Ronnkvist (1999) juga menyatakan bahwa meskipun jumlah komputer di sekolah telah meningkat, sebagian besar komputer yang cukup terbatas dalam hal perangkat lunak yang mereka dapat berjalan. Selanjutnya, mereka menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar sekolah sekarang memiliki akses Internet, mahasiswa akses ke Internet terbatas di banyak sekolah, dengan beberapa siswa mampu menggunakannya untuk sekolah mereka. Pengamatan ini membuat sulit untuk memastikan sejauh mana praktik pembelajaran di sekolah-sekolah telah dipengaruhi oleh adanya peningkatan media.

Terlepas dari ketidakpastian tentang sejauh mana penggunaan media di sekolah, sebagian besar bukti yang dikutip jelas menunjukkan bahwa sejak tahun 1995, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan media pembelajaran dalam berbagai pengaturan, mulai dari bisnis dan industri untuk pendidikan militer dan lebih tinggi. Dalam bisnis, industri, dan militer, Internet telah dilihat sebagai sarana memberikan instruksi dan informasi untuk pelajar tersebar luas dengan biaya yang relatif rendah. Selain itu, dalam banyak kasus, aksesibilitas komputer yang mudah memungkinkan peserta didik untuk menerima dukungan instruksi dan / atau kinerja (seringkali dalam bentuk sistem pendukung kinerja elektronik atau sistem manajemen pengetahuan) kapan dan di mana mereka membutuhkannya, karena mereka melakukan tugas-tugas pekerjaan tertentu.

Dalam pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh melalui Internet telah dilihat sebagai metode rendah biaya menyediakan instruksi untuk siswa yang, karena berbagai faktor (misalnya, pekerjaan dan tanggung jawab keluarga jarak geografis.), Tidak mungkin sebaliknya telah mampu menerimanya. Namun, pertanyaan tentang efektivitas-biaya dari instruksi tersebut masih belum terjawab (Hawkridge. 1999).

Alasan lain bahwa media baru yang digunakan untuk tingkat yang lebih besar mungkin karena peningkatan kemampuan interaktif dari media. Moore (1989) menjelaskan tiga jenis interaksi antara agen yang biasanya terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi ini antara peserta didik dan konten pembelajaran, antara pelajar dan instruktur, dan di antara pembelajar sendiri. Sifat media pembelajaran yang umum selama beberapa bagian dari ketiga dua yang pertama, dari abad lalu (e., .. film dan televisi pembelajaran) dipekerjakan terutama sebagai sarana memiliki peserta didik berinteraksi dengan isi pembelajaran . Sebaliknya, melalui penggunaan fitur seperti e-mail, chat room dan bulletin board, Internet sering digunakan sebagai sarana untuk peserta didik dengan instruktur dengan pelajar lain, serta dengan konten instruksional. Ini adalah salah satu contoh bagaimana beberapa media baru membuatnya lebih mudah untuk mempromosikan, berbagai jenis interaksi yang digambarkan oleh Moore.

Selain itu, kemajuan dalam teknologi komputer, khususnya berkaitan dengan meningkatkannya kemampuan multimedia media ini, membuat lebih mudah bagi pendidik untuk merancang pengalaman belajar yang melibatkan interaksi antara peserta didik lebih konten pembelajaran daripada sebelumnya. Misalnya, seperti jumlah dan jenis informasi yang dapat disajikan oleh komputer telah meningkat, jenis umpan balik serta jenis masalah, yang dapat disajikan kepada peserta didik telah sangat diperluas. Kemampuan ini meningkatkan pembelajaran menjadi menarik perhatian banyak pendidik. Selain itu, kemampuan komputer untuk menyajikan informasi dalam berbagai bentuk, serta memungkinkan peserta didik untuk mudah link ke berbagai konten, telah menarik minat perancang pembelajaran memiliki perspektif konstruktivis. Orang yang sangat peduli dengan penyajian masalah otentik (mis. “dunia nyata”) dalam lingkungan belajar di mana peserta didik memiliki banyak kontrol atas kegiatan yang mereka terlibat dalam dan alat-alat dan sumber daya yang mereka gunakan, menemukan teknologi digital yang baru lebih akomodatif daripada pendahulunya.

Seperti beberapa contoh dalam beberapa paragraf sebelumnya menunjukkan, bahwa dalam beberapa tahun terakhir komputer, Internet. dan teknologi digital lainnya sering digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja melalui beberapa cara non-tradisional. Sebagai contoh, sistem kinerja komputer dibantu dukungan elektronik. sistem manajemen pengetahuan, dan pelajar-berpusat lingkungan belajar sering berfungsi sebagai alternatif untuk pelatihan atau instruksi langsung. Ketika dampak masa kini media pembelajaran sedang dipertimbangkan, jenis aplikasi tidak boleh diabaikan.



III.    RANGKUMAN

Dari beberapa sejarah perkembangan teknologi pendidikan di atas jelaslah bahwa teknologi Pendidikan, sebagai satu bidang keilmuan, memang tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Terutama pasca Perang Dunia II, teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi istilah itu sinonim dengan konsep ‘mengajar berbantuan peralatan audio-visual’.

Bidang keilmuan ini merupakan hasil dari tumbuh kembang tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.

Dari banyak pelajaran yang dapat kita pelajari dengan meninjau sejarah media pembelajaran, mungkin salah satu yang paling penting melibatkan perbandingan antara efek diantisipasi dan aktual media pada praktek instruksional. Sebagai mana Kuba (1986) telah menunjukkan, saat kita meninjau-melihat kembali selama abad terakhir dari sejarah media, Anda mungkin perlu diperhatikan pola berulang dari harapan dan hasil. Sebagai media baru memasuki adegan pendidikan, ada banyak minat awal dan antusiasme banyak tentang efek kemungkinan untuk memiliki pada praktek instruksional. Namun, antusiasme dan ketertarikan akhirnya memudar, dan pemeriksaan mengungkapkan bahwa media memiliki dampak minimal terhadap praktek tersebut. Misalnya, prediksi optimis Edison bahwa film akan merevolusi pendidikan terbukti tidak benar, dan antusiasme untuk televisi instruksional yang ada selama tahun 1950 sangat berkurang pada pertengahan tahun 1960-an, dengan dampak kecil pada instruksi di sekolah. Kedua contoh melibatkan penggunaan media di sekolah-sekolah, pengaturan di mana penggunaan media pembelajaran telah paling erat diperiksa. Namun, data mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri mendukung kesimpulan serupa, yaitu, bahwa meskipun antusiasme tentang penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri, sampai saat ini media yang memiliki dampak minimal terhadap praktik pembelajaran dalam lingkungan tersebut.

Bagaimana dengan prediksi, pertama dibuat pada 1980-an, bahwa komputer akan merevolusi instruksi? Sebagai data dari sekolah mengungkapkan, pada pertengahan 1990-an, bahwa revolusi tidak terjadi. Namun, data dari paruh kedua dekade menunjukkan kehadiran berkembang, dan mungkin penggunaan, komputer dan internet di sekolah. Selain itu, selama akhir 1990-an, media ini mengambil peran dukungan semakin besar dalam pembelajaran dan kinerja dan juga dalam pengaturan lainnya seperti bisnis dan industri dan pendidikan tinggi. Apakah dampak media pada instruksi lebih besar di masa depan daripada itu telah di masa lalu?

Berdasarkan alasan tersebut untuk meningkatnya penggunaan media baru, adalah wajar untuk memperkirakan bahwa selama dekade berikutnya, komputer, internet, dan media digital lainnya akan membawa perubahan besar dalam praktek instruksional dari media yang mendahului mereka. Namun, mengingat sejarah media dan dampaknya pada praktik pembelajaran, adalah juga wajar untuk mengharapkan bahwa perubahan tersebut, baik di sekolah dan pengaturan instruksional lainnya, cenderung terjadi lebih lambat dan kurang luas daripada media yang paling penggemar saat ini memprediksi.




DAFTAR PUSTAKA

Reiser R.A, Dempsey, JV. 2002. Trends and Issues in Instructional Design and Technology. USA: Florida State University.
Dewi Salma Prawiradilaga dan Evaline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas, Fakultas Ilmu Pendidikan.


2 komentar:

  1. yup sama-sama gan..
    tapi jangan pake jurus ctrl A + ctrl C + ctrl V ya..
    hehe

    BalasHapus
  2. Thanks sharenya ya..... sangat bermanfaat

    BalasHapus