I.
PENDAHULUAN
Sejarah
teknologi pendidikan perlu diketahui seseorang untuk menjadi seorang yang ahli
dalam bidang teknologi pendidikan. Karena untuk menjadi ahli dalam bidang
tertentu, seseorang harus mampu memiliki pengetahuan tentang sejarah dalam bidang
bersangkutan.
Bidang
teknologi pendidikan meliputi analisis masalah belajar dan kinerja, serta desain,
pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan proses pembelajaran dan
sumber daya yang dimaksudkan dapat meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam
berbagai pengaturan, lembaga pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional
di bidang teknologi instruksional sering menggunakan prosedur teknologi
instruksional yang sistematis dan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir,
mereka telah meningkatkan perhatian untuk solusi non-instruksional untuk
beberapa masalah belajar dan kine
rja. Penelitian dan teori yang terkait dengan
masing-masing daerah tersebut juga merupakan bagian penting dari dalam bidang
teknologi instruksional.
Selama
bertahun-tahun, praktek-penggunaan sistematis prosedur teknologi pendidikan dan
penggunaan media untuk tujuan-instruksional telah membentuk inti dari bidang
teknologi pendidikan. Dari perspektif sejarah, sebagian besar praktek yang berkaitan
dengan media pembelajaran telah terjadi perkembangan yang berhubungan dengan
teknologi pendidikan.
Melihat begitu pentingnya sejarah Teknologi Pendidikan sebagai landasan
untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana Teknologi Pendidikan dalam
tinjauan perkembangan sejarahnya, maka sebagai individu yang bergerak dibidang
Teknologi Pendidikan, penulis tertarik untuk melakukan pembahasan tentang “Sejarah perkembangan
teknologi pendidikan”.
Dalam makalah ini Penulis akan membahas banyak
peristiwa penting dalam rentetan sejarah
bidang teknologi pendidikan yang telah terjadi di duniaa, dan juga penekanan dalam buku yang menjadi
sumber utama bahasan ini pada peristiwa yang telah terjadi di Amerika Serikat.
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknologi Pendidikan
Istilah teknologi berasal dari bahasa
yunani yaitu technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic
treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai
dasar kata teknologi berarti art, skill, science atau keahlian, ketarampilan
dan ilmu. Jadi teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai pegangan atau
pelaksanaan pendidikan secara sistematis.
Sedangkan dalam pengertian lain
teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang
meliputi manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi, untuk menganalisis
masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan
masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar.
Dari konsep evolusi Teknologi Pendidikan menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan sama dengan media
pembelajaran. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Teknologi Pendidikan adalah
suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran
dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori
belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber
belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih
efektif. Perkembangan kajian teknologi pendidikan menghasilkan berbagai konsep dan
praktek pendidikan yang banyak memanfaatkan media sebagai sumber belajar. Oleh
karena itu, terdapat persepsi bahwa teknologi pendidikan sama dengan media pembelajaran, padahal
kedudukan media berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah dalam penyampaian
informasi atau bahan belajar. Dari segi sistem pendidikan, kedudukan teknologi
pendidikan berfungsi untuk memperkuat pengembangan kurikulum terutama dalam
disain dan pengembangan, serta implementasinya, bahkan terdapat asumsi bahwa
kurikulum berkaitan dengan "what", sedangkan teknologi pendidikan
mengkaji tentang "how". Dalam kaitannya dengan pembelajaran,
teknologi pendidikan memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari
mulai tahap disain, pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar,
implementasi, dan penilaian program dan hasil belajar.
Maka dalam istilah media pembelajaran telah didefinisikan sebagai
sarana fisik melalui instruksi yang disajikan kepada peserta didik (Reiser
& Gagnt. 1983). Berdasarkan definisi ini, setiap fisik berarti pengiriman
instruksional, dari instruktur hidup, buku, komputer dan sebagainya, akan
diklasifikasikan sebagai media instruksional. Mungkin lebih bijaksana bagi para
praktisi di bidangnya untuk mengadopsi sudut pandang ini: Namun, dalam diskusi
sebagian besar sejarah media pembelajaran, tiga sarana utama instruksi sebelum
abad kedua puluh dan masih merupakan cara paling umum saat ini yaitu guru,
papan tulis, dan buku teks. Ketiga itu telah dikategorikan secara terpisah dari
media lain (ef. Komisi Instructional Technology, 1970). Dengan demikian, media
pembelajaran akan didefinisikan sebagai sarana fisik, selain guru, papan tulis,
dan buku teks, melalui instruksi yang disajikan kepada peserta didik.
B. Perkembangan Sejarah Teknologi Pendidikan
1. Sejarah
Teknologi Pendidikan menurut Definisi TP
Teknologi pendidikan pada awal tahun
1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi
ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan.
Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan
tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. Pembelajaran visual terfokus pada
media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini
berlanjut sampai 1950. Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada
awalnmya berkembang sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu
pada konsep teknologi sebagai cara, maka awal perkembangan teknologi pendidikan
dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban. Usaha untuk merumuskan
Teknologi pendidikan secara terorganisasi dimulai sejak tahun 1960.
a.
Tahun 1960
Teknologi pendidikan menjadi salah satu
kajian yang banyak menjadi perhatian dilingkungan ahli pendidikan, teknologi
pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian tentnag
penggunaan audio visual dan program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan.
b.
Tahun 1963
Di tahun 1963 teknologi pendidikan
digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Hal ini merupakan suatu hal yang
berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap teknologi pendidikan Perubahan disini
yang mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah
sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.
c.
Tahun 1970
Tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh
Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai
oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat
potensial yang berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah.
d.
Tahun 1977
Teknologi Pendidikan adalah proses
kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan
organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
2. Sejarah
Teknologi Pendidikan menurut Masa Sejarah
Lebih lanjut sejarah perkembangan Teknologi
Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tahun saja, kita tidak bisa begitu saja
melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa
para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi
pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
a.
Metode Kaum
Sofi
Perkembangan
dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran
yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi
di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum
teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan
berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang
telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan
yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar
itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan
dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor.
Pandangan ajaran
kaum Sofi didasarkan atas :
i.
Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi.
ii. Bahwa proses
evaluasi itu berlagsung terus, terutama aspek-aspek moral dan hukum.
iii. Sejarah
dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
iv. Demokrasi dan
persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
v. Bahwa asas teori
pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak mempengaruhi kurikulum di Eropa,
misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan gramar sebagai materi utama dalam
quadrivium dan trivium.
b.
Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakan disebut dengan
Maieutik atau menguraikan, yng sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri.
Pelaksanaannya berlangsung dengan cara take and give of
conversation. Dengan cara memberikan pertanyaan yang mengarah kepada suatu
masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates mengajarkan tentang mencari
pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
c.
Metode Abelard
Metode Abelard ini berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa.
Metoda yang di pakai bertujuan untuk membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap
suatu materi. Guru tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan
menyimpulkan jawaban itu
sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau tidak.
d.
Metoda
Lancaster
Metoda Lancerter ini dalam bentuk sistem Monitoring yang merupakan bentuk
pengajaran yang unik, meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai
dengan rencanannya yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari
konstruksi kelas kusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan
media pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster,
pemakaian media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam
melatih siswa menulis.
e.
Metoda
Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan landasan utama dari proses daktiknya.
Pengetahuan bermula dari adanya pengamatan, dan pengamatan menimbulkan
pengertian, selanjutnya pengertian yang baru itu menimbulkan pengertian yang
selanjutnya pengertiaan tersebut bergabung dengan yang lama untuk menjadi
sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa perintisan ke arah pendayagunaan
perangkat keras ata hardware sebenarnya telah dimulai pada masa Pestazoli ini,
seperti penciptaan papan aritmatik yang terbagi dalam kotak kotak yang di
setiap kotaknya diberi garis-garis yang secara keseluruhan berjumlah 100 kotak
kecil. Selain itu Pestalozi juga menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya
dalam mempelajari angka,
bentuk, posisi dan warna disain.
f.
Metoda Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang
intinya mengatakan bahwa pendidikan masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk
keseluruhan kehidupannya. Karena
itulah Froebel mendirikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan Taman
Kanak-kanak. Metoda
pengajaran Kindergarten dari Froebel
meliputi kegiatan berikut ini :
i.
Bermain dan bernyanyi
ii. Membentuk
dengan melakukan kegiatan.
iii. Grift dan
Occupation.
g.
Metoda
Friedrich Herbart.
Praktek pendidikan Herbert terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada
aspek pengembangan moral sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda
instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang sistematis. Dengan demikian
siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.
3. Sejarah Teknologi Pendidikan yang
Berkembang di Amerika Serikat
a. Museum sekolah
Di Amerika Serikat, penggunaan media untuk tujuan pembelajaran telah
dilacak kembali setidaknya sebagai awal dekade pertama abad kedua puluh
(Saettler, 1990). Pada waktu telah ada sebuah museum sekolah. Saettler (1968)
telah mengindikasikan, museum ini menjabat sebagai unit administrasi pusat
untuk instruksi visual dengan distribusi mereka dari pameran museum portabel,
stereograf (tiga-dimensi foto), slide, film, cetakan studi, grafik, dan bahan
instruksional “(hal. 89). Museum sekolah pertama dibuka di St Louis pada tahun
1905, dan tidak lama kemudian, museum sekolah dibuka di Reading, Pennsylvania,
dan Cleveland, Ohio. Meskipun beberapa museum tersebut telah berdiri sejak awal
1900-an, daerah pusat terbesar media dapat dianggap modern.
Saettler (1990) juga menyatakan bahwa bahan yang disimpan di museum
sekolah dipandang sebagai bahan pelengkap kurikulum. Mereka tidak dimaksudkan
untuk menggantikan guru atau buku teks. Sepanjang seratus tahun terakhir,
pandangan awal tentang peran media pembelajaran tetap lazim di komunitas
pendidikan pada umumnya.
Artinya, banyak pendidik telah melihat media pembelajaran sebagai
sarana pelengkap dalam menyajikan instruksi. Sebaliknya, guru dan buku teks
umumnya dipandang sebagai sarana utama menyajikan instruksi, dan guru biasanya
diberikan kewenangan untuk memutuskan apa media pembelajaran lain yang akan
mereka lakukan. Selama bertahun-tahun, sejumlah profesional di bidang desain
instruksional dan teknologi (misalnya, Heinich, 1970) berpendapat terhadap
gagasan ini, menunjukkan bahwa :
(a) guru harus dilihat pada kedudukan yang sama dengan
media instruksional, sebagai hanya salah satu dari banyak kemungkinan berarti
untuk menyajikan instruksi,
(b) guru tidak boleh diberikan otoritas tunggal untuk
memutuskan apa yang media pembelajaran yang akan digunakan di ruang kelas.
Namun, dalam komunitas pendidikan yang luas, pandangan ini tidak begitu
disukai.
b. Gerakan Visual Instruksi dan Film Instruksional
Seperti
Saettler (1990) telah mengindikasikan, di awal abad kedua puluh, kebanyakan
media yang disimpan di museum sekolah media visual, seperti film, slide, dan
foto. Jadi pada saat itu, meningkatnya minat dalam menggunakan media di sekolah
itu disebut sebagai “instruksi visual” atau “pendidikan visual” gerakan.
Istilah terakhir ini digunakan setidaknya 1908, ketika diterbitkan Perusahaan
Tampilkan Keystone Visual Pendidikan, panduan guru untuk slide lentera dan
stereograf.
Selain lentera ajaib (lentera proyektor slide) dan stereopticons
(Stereograf pemirsa), yang digunakan di beberapa sekolah selama paruh kedua
abad kesembilan belas (Anderson, 1962), gerakan gambar proyektor adalah salah
satu perangkat media pertama digunakan di sekolah-sekolah. Di Amerika Serikat,
katalog pertama film instruksional diterbitkan pada 1910. Setalah 1910, sistem
sekolah publik Rochester, New York, menjadi yang pertama untuk mengadopsi film
instruksional untuk penggunaan biasa. Pada tahun 1913, Thomas Edison menyatakan,
“Buku akan segera menjadi usang di sekolah-sekolah …. Hal ini dimungkinkan
untuk mengajar setiap cabang pengetahuan manusia dengan gerak gambar sistem
sekolah kami akan benar-benar berubah dalam sepuluh tahun mendatang.” (Dikutip
di Saettler,, 1968 hlm 98).
Sepuluh tahun setelah Edison membuat perkiraan-nya, apa yang ia
meramalkan tidak datang. Namun, selama dekade ini (1914-1923), gerakan
instruksi visual tidak tumbuh. Lima organisasi profesional nasional untuk
instruksi visual didirikan, lima jurnal berfokus pada instruksi visual yang
mulai diterbitkan, lebih dari dua puluh lembaga-lembaga pelatihan guru mulai
menawarkan program dalam instruksi visual, dan setidaknya selusin kota besar
sistem sekolah dikembangkan biro visual pendidikan (Saettler , 1990).
c. Gerakan Audiovisual Instruksi dan Radio Instruksional
Diakhir tahun 1920 dan sepanjang tahun 1930-an, kemajuan teknologi
di berbagai bidang seperti siaran radio, rekaman suara, dan gambar gerak suara
menyebabkan meningkatnya minat dalam media pembelajaran. Dengan munculnya media
yang menggabungkan suara, gerakan instruksi memperluas visual yang dikenal
sebagai gerakan instruksi audiovisual (Finn, 1972; McCluskey, 1981). Namun,
McCluskey (1981), yang merupakan salah satu pemimpin dalam bidang selama periode
ini, menunjukkan bahwa sementara lapangan terus tumbuh, komunitas pendidikan
pada umumnya tidak sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tersebut. Dia menyatakan
bahwa tahun 1930, kepentingan komersial dalam gerakan instruksi visual yang
telah menginvestasikan dan kehilangan lebih dari $ 50 juta, dan hanya bagian
dari kerugian itu karena Depresi Besar, yang dimulai pada tahun 1929.
Terlepas dari efek ekonomi yang merugikan akibat Depresi Besar,
audiovisual dalam gerakan konstruksi terus berkembang. Menurut Saettler (1990),
salah satu peristiwa paling penting dalam evolusi ini adalah penggabungan pada
tahun 1932 dari tiga organisasi yang ada profesional nasional untuk instruksi
visual. Sebagai hasilnya, kepemimpinan dalam gerakan itu dikonsolidasikan dalam
satu organisasi, Departemen Instruksi Visual, yang pada saat itu merupakan
bagian dari National Education Association. Selama bertahun-tahun, organisasi
ini, yang diciptakan pada tahun 1923 dan sekarang disebut Asosiasi untuk
Pendidikan Komunikasi dan Teknologi, telah mempertahankan peran kepemimpinan
dalam bidang desain instruksional dan teknologi.
Selama tahun 1920-an dan 1930-an, sejumlah buku pada topik
pembelajaran visual ditulis. Mungkin yang paling penting dari buku teks adalah
Visualisasi Kurikulum, yang ditulis oleh Charles F. Hoban, Sr, Charles F.
Hoban, Jr, dan Stanley B. Zissman (1937). Dalam buku ini, penulis menyatakan
bahwa nilai materi audiovisual adalah fungsi derajat realisme. Para penulis
juga disajikan hirarki media, mulai dari mereka yang bisa hadir hanya
konsep-konsep dengan cara abstrak bagi mereka yang memungkinkan untuk
representasi sangat konkret (Heinich, Molenda, Russell, & Smaldino, 1999).
Beberapa ide-ide ini sebelumnya telah dibicarakan oleh orang lain tetapi belum
ditangani secara menyeluruh. Pada tahun 1946, Edgar Dale kemudian dijabarkan
lebih lanjut pada ide-ide ketika dia mengembangkan terkenal “Pengalaman Cone.”
Sepanjang sejarah audiovisual dalam gerakan konstruksi, banyak telah
menunjukkan bahwa bagian dari nilai bahan audiovisual adalah kemampuan mereka
untuk menyajikan konsep-konsep secara konkret (Saettler, 1990).
Sebuah media yang mendapat perhatian besar selama periode ini adalah
radio. Pada awal 1930-an, penggemar audiovisual banyak yang mengelu-elukan
radio sebagai media yang akan merevolusi pendidikan. Misalnya, dalam mengacu
pada potensi instruksional radio, film, dan televisi, editor publikasi untuk
Asosiasi Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “suatu hari mereka akan seperti
buku dan kuat dalam efek mereka pada belajar dan mengajar” (Morgan , 1932, hlm
ix). Namun, bertentangan ini, melalui radio dua puluh tahun ke depan memiliki
dampak yang sangat sedikit pada praktek instruksional (Kuba, 1986).
d. Perang Dunia II
Dengan terjadinya Perang Dunia II, pertumbuhan gerakan audiovisual
di sekolah-sekolah melambat, namun, perangkat audiovisual yang digunakan secara
luas dalam pelayanan militer dan dalam industri meningkat. Sebagai contoh,
selama perang, Angkatan Darat Amerika Serikat Angkatan Udara menghasilkan film
pelatihan lebih dari 400 dan 6G0 filmstrips, dan selama periode dua tahun (dari
pertengahan 1943 sampai pertengahan 1945), diperkirakan bahwa lebih dari empat
juta pertunjukan film pelatihan untuk personel militer AS. Meskipun ada sedikit
waktu dan kesempatan untuk mengumpulkan data mengenai dampak dari film pada
kinerja personil militer, beberapa survei instruktur militer mengungkapkan
bahwa mereka percaya bahwa film pelatihan dan filmstrips yang digunakan selama
perang itu trainintools efektif (Saettler , 1990). Setidaknya beberapa musuh
telah disepakati; pada tahun 1945, setelah perang berakhir, Kepala Staf Umum
Jerman mengatakan, “Kami memiliki segalanya dihitung sempurna kecuali kecepatan
Amerika mampu melatih orang-orang yang salah perhitungan utama meremehkan penguasaan
mereka cepat dan lengkap pendidikan film “(dikutip dalam Olsen & Bass,
1982, hal 33)
Selama perang, film-film pelatihan juga memainkan peran penting
dalam mempersiapkan warga sipil di Amerika Serikat untuk bekerja dalam bidang
industri. Pada tahun 1941, pemerintah federal membentuk Divisi Visual Aids
untuk Pelatihan Perang. Dari tahun 1941 sampai 1945, organisasi ini mengawasi
produksi film 457 pelatihan. Kebanyakan direksi pelatihan melaporkan bahwa film
mengurangi waktu pelatihan tanpa memiliki dampak negatif pada efektivitas
pelatihan dan bahwa film lebih menarik dan menghasilkan absensi kurang dari
program pelatihan tradisional (Saettler, 1990).
Selain film-film pelatihan dan proyektor film, berbagai bahan dan
peralatan audiovisual lainnya yang bekerja dalam militer dan bidang industri
selama Perang Dunia II. Perangkat yang digunakan secara luas termasuk proyektor
overhead, yang pertama kali dihasilkan selama perang; proyektor slide, yang
digunakan dalam mengajar pengakuan pesawat dan kapal: peralatan audio, yang
digunakan dalam mengajar bahasa asing: dan simulator dan perangkat pelatihan,
yang dipekerjakan dalam pelatihan penerbangan (Olsen & Bass, 1982 Saettler,
1990).
e. Pasca Perang Dunia II Perkembangan dan Media Penelitian
Perangkat audiovisual yang digunakan selama Perang Dunia II secara
umum dianggap sukses dalam membantu Amerika Serikat memecahkan masalah utama
pelatihan: bagaimana melatih efektif dan efisien individu dengan latar belakang
beragam. Sebagai hasil dari keberhasilan nyata, setelah perang ada minat baru
dalam menggunakan perangkat audiovisual di sekolah-sekolah (Finn. 1972: Olsen
& Bass, 1982).
Dalam dekade setelah perang, beberapa program penelitian audiovisual
intensif dilakukan Studi penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari
program ini dirancang untuk mengidentifikasi bagaimana berbagai fitur, atau
atribut, bahan audiovisual yang terkena pembelajaran, tujuan untuk
mengidentifikasi atribut yang akan memfasilitasi pembelajaran dalam situasi
tertentu. Misalnya, satu program penelitian, yang dilakukan di bawah arahan
ArthurA. Lumsdaine, difokuskan pada identifikasi bagaimana belajar dipengaruhi
oleh berbagai teknik untuk memunculkan respon siswa terbuka selama menonton
Film instruksional (Lumsdaine, 1963).
Pasca-Perang Dunia II program penelitian audiovisual adalah upaya
terkonsentrasi pertama untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip belajar yang
dapat digunakan dalam desain bahan audiovisual. Namun, praktik-praktik
pendidikan tidak terlalu dipengaruhi oleh program-program penelitian bahwa
praktisi utama mengabaikan atau tidak dibuat sadar banyak temuan penelitian
(Lumsdaine. 1963. 1964).
Sebagian besar penelitian media yang telah dilakukan selama
bertahun-tahun dibandingkan seberapa banyak siswa telah belajar, setelah
menerima pelajaran yang disajikan melalui media tertentu, seperti film,
televisi, radio, atau komputer, versus berapa banyak siswa telah belajar dari
hidup instruksi pada topik yang sama. Studi jenis ini, sering disebut studi
media perbandingan, biasanya mengungkapkan bahwa siswa belajar sama baiknya
terlepas dari sarana presentasi (Clark, 1983, 1994; Schramm, 1977). Mengingat
temuan ini, kritikus penelitian tersebut telah menyarankan bahwa fokus studi
tersebut harus berubah. Beberapa berpendapat bahwa peneliti harus fokus pada
atribut (karakteristik) media (Levie & Dickie, 1973), yang lain menyarankan
pemeriksaan bagaimana media mempengaruhi pembelajaran (Kozma, 1991, 1994), dan
yang lainnya telah menyarankan bahwa fokus penelitian harus pada metode
pengajaran, bukan pada media yang memberikan metode-metode (Clark, 1983, 1994).
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa jenis studi telah menjadi lebih umum.
f. Teori Komunikasi
Selama awal 1950-an, banyak pemimpin dalam gerakan nstruksi
audiovisual menjadi tertarik pada berbagai teori atau model komunikasi, seperti
model yang diajukan oleh Shannon dan Weaver (1949). Model ini berfokus pada
proses komunikasi, sebuah proses yang melibatkan pengirim dan penerima pesan
dan saluran, atau media, melalui mana pesan yang dikirim. Para penulis model
ini menunjukkan bahwa selama perencanaan untuk komunikasi, maka perlu untuk
mempertimbangkan semua unsur dari proses komunikasi dan tidak hanya fokus pada
media, karena banyak di bidang audiovisual cenderung untuk melakukan. Sebagai
Berlo (1963) menyatakan, “Sebagai orang komunikasi saya harus berpendapat kuat
bahwa itu adalah proses yang sentral dan bahwa media meskipun penting, adalah
hal sekunder” (hal. 378). Beberapa pemimpin dalam gerakan audiovisual, seperti
Dale (1953) dan Finn (1954), juga menekankan pentingnya proses komunikasi.
Meskipun pada awalnya, praktisi audiovisual tidak sangat dipengaruhi oleh
gagasan (Lumsdaine. 1964; Mcierhenry, 1980), ekspresi dari sudut pandang
akhirnya membantu untuk memperluas fokus gerakan audiovisual (Ely, 1963, 1970;
Silber, 1981 ).
g.
Televisi
Pembelajaran
Mungkin faktor yang paling penting mempengaruhi gerakan audiovisual
pada 1950-an adalah meningkatnya minat dalam televisi sebagai media untuk
memberikan instruksi. Sebelum tahun 1950-an, telah terjadi sejumlah kasus di
mana televisi telah digunakan untuk tujuan instruksional (Gumpert, 1967;
Taylor, 1967). Selama tahun 1950-an, bagaimanapun, ada pertumbuhan yang luar
biasa dalam penggunaan televisi pembelajaran. Pertumbuhan ini dirangsang oleh
setidaknya dua faktor utama.
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan televisi pembelajaran
adalah keputusan tahun 1952 oleh Komisi Komunikasi Federal untuk menyisihkan
242 saluran televisi untuk tujuan pendidikan. Keputusan ini menyebabkan
perkembangan pesat sejumlah besar masyarakat (kemudian disebut “pendidikan”)
stasiun televisi. Pada tahun 1955, ada tujuh belas stasiun seperti di Amerika
Serikat, dan pada tahun 1960, jumlah itu meningkat menjadi lebih dari lima
puluh (Blakely, 1979). Salah satu misi utama dari stasiun-stasiun ini adalah
presentasi dari program pembelajaran. Sebagai Hezel (1980) menunjukkan, “Peran
mengajar telah dianggap berasal dari penyiaran publik sejak asal-usulnya.
Terutama sebelum tahun 1960-an, pendidikan penyiaran dipandang cepat dan efisien,
berarti murah untuk memuaskan kebutuhan pembelajaran bangsa” (hal. 173).
Pertumbuhan televisi pembelajaran selama tahun 1950 juga dirangsang
oleh dana yang disediakan oleh Ford Foundation. Diperkirakan bahwa selama tahun
1950-an dan 1960-an, yayasan dan lembaga yang menghabiskan lebih dari $
170.000.000 di televisi pendidikan (Gordon, 1970). (Di Indonesia juga ada
televisi pendidikan. Yaitu di era 1970-an. Waktu era itu disiarkan program ACIL).
Proyek yang disponsori oleh yayasan termasuk sistem televisi sirkuit tertutup
digunakan untuk memberikan instruksi dalam semua bidang subjek utama di semua
tingkatan kelas di seluruh sistem sekolah di Washington County (Hagerstown),
Maryland, sebuah kurikulum SMP sampai universitas yang disajikan melalui televisi
publik di Chicago, sebuah program penelitian eksperimental skala besar
dirancang untuk menilai efektivitas dari serangkaian program kuliah yang
diajarkan melalui televisi sirkuit tertutup di Pennsylvania State University,
dan Program Midwest pada Instruksi televisi Airborne, sebuah program yang
dirancang untuk secara bersamaan mengirimkan pelajaran televisi dari pesawat
terbang untuk sekolah di enam negara.
Pada pertengahan 1960-an, banyak kepentingan dalam menggunakan
televisi untuk tujuan instruksional mereda. Banyak proyek-proyek televisi
pembelajaran yang dikembangkan selama periode ini memiliki kehidupan yang
pendek. Masalah ini sebagian karena kualitas pembelajaran biasa-biasa saja dari
beberapa program yang dihasilkan, banyak dari mereka tidak lebih daripada saat
seorang guru memberikan kuliah. Pada tahun 1963, Ford Foundation memutuskan
untuk memfokuskan dukungan pada televisi publik secara umum, daripada di
sekolah aplikasi televisi instruksional (Blakely, 1979). Banyak sekolah
dihentikan proyek televisi demonstrasi pembelajaran apabila dana eksternal
untuk proyek-proyek dihentikan (Tyler. 1975b). Pemrograman pembelajaran masih
merupakan bagian penting dari misi televisi publik, tapi misi yang sekarang
lebih luas, meliputi jenis lain pemrograman, seperti presentasi budaya dan
informasi (Hezel, 1980). Dalam terang perkembangan ini dan lainnya, pada tahun
1967, Komisi Carnegie di Televisi Pendidikan menyimpulkan:
Peran yang dimainkan dalam pendidikan formal oleh televisi
pembelajaran di seluruh satu kecil … tidak ada yang mendekati potensi
sesungguhnya dari televisi pembelajaran yang direalisasikan dalam praktek ….
Dengan pengecualian kecil, hilangnya total televisi pembelajaran akan
meninggalkan sistem pendidikan fundamental tidak berubah. (hal. 80-81)
Banyak alasan yang telah diberikan, mengapa televisi pembelajaran
tidak diadopsi untuk tingkat yang lebih besar. Ini termasuk resistensi guru
untuk penggunaan televisi di ruang kelas mereka, biaya instalasi dan
pemeliharaan sistem televisi di sekolah, dan ketidakmampuan televisi sendiri
untuk memadai menyajikan berbagai kondisi yang diperlukan untuk kepentingan
belajar siswa(Gordon, 1970; Tyler , 1975b).
h. Pergeseran Terminologi
Pada awal 1970-an, istilah teknologi pendidikan dan teknologi
pembelajaran mulai menggantikan instruksi audiovisual sebagai istilah yang
digunakan untuk menggambarkan aplikasi media untuk tujuan pembelajaran. Sebagai
contoh, pada tahun 1970, nama organisasi profesional utama dalam bidang itu
diubah dari Departemen Audiovisual Instruksi kepada Asosiasi untuk Komunikasi
dan Teknologi Pendidikan (AECT). Kemudian dalam dekade, nama dari dua jurnal
yang diterbitkan oleh AECT juga berubah: Tinjauan Komunikasi Audiovisual
menjadi Komunikasi Pendidikan dan Jurnal Teknologi, dan Instruksi Audiovisual
menjadi Inovator Instruksional. Selain itu, kelompok yang dibentuk pemerintah
AS untuk memeriksa dampak media instruksi disebut Komisi Instructional
Technology. Terlepas dari terminologi, bagaimanapun, sebagian besar individu di
lapangan sepakat bahwa sampai saat itu, media pembelajaran telah memiliki
dampak minimal pada praktek-praktek pendidikan (Komisi Instructional
Technology, 1970; Kuba, 1986)
i. Komputer: Dari tahun 1950 sampai 1995
Setelah minat di televisi pembelajaran memudar, inovasi teknologi
berikutnya untuk menangkap perhatian sejumlah besar pendidik adalah komputer.
Meskipun minat yang luas dalam komputer sebagai alat instruksional tidak
terjadi sampai tahun 1980-an, komputer pertama kali, digunakan dalam pendidikan
dan pelatihan pada tanggal lebih awal. Banyak karya awal di komputer-dibantu
instruksi (CAI) dilakukan pada tahun 1950 oleh peneliti di IBM, yang
mengembangkan bahasa CAI. Penulisan pertama dan dirancang salah satu program
CAI pertama untuk digunakan di sekolah-sekolah umum. Pelopor lain di daerah ini
termasuk Gordon Pask, yang adaptif mesin mengajar memanfaatkan teknologi
komputer (Lewis & Pask, 1965; Pask, 1960; Stolorow & Davis, 1965), dan
Richard Atkinson dan Patrick Suppes, yang bekerja selama tahun 1960 menyebabkan
beberapa aplikasi CAI awal di kedua sekolah publik dan tingkat universitas
(Atkinson & Hansen, 1966; Suppes & Macken, 1978). Upaya besar lain
selama 1960-an dan awal 1970-an termasuk pengembangan sistem CAI seperti PLATO
dan TICCIT. Namun, meskipun pekerjaan yang telah dilakukan, pada akhir 1970-an,
CAI punya dampak yang sangat sedikit pada pendidikan (Pagliaro, 1983).
Pada awal 1980-an, beberapa tahun setelah mikrokomputer tersedia
untuk masyarakat umum, antusiasme terhadap alat ini menyebabkan meningkatnya
minat dalam menggunakan komputer: untuk tujuan pembelajaran. Pada Januari 1983,
komputer sedang digunakan untuk tujuan pembelajaran di lebih dari 40% dari
semua sekolah dasar dan lebih dari 75% dari semua sekolah menengah di Amerika
Serikat (Pusat Organisasi Sosial Sekolah, 1983).
Banyak pendidik yang tertarik terhadap mikrokomputer karena mereka
relatif dalam mahal, yang cukup kompak untuk penggunaan desktop, dan bisa
melakukan banyak fungsi yang dilakukan oleh komputer besar yang telah
mendahului mereka. Seperti kasus Whe lain-media baru pertama kali diperkenalkan
ke dalam arena pembelajaran, banyak diharapkan bahwa media ini akan berdampak
besar pada praktek pembelajaran. Sebagai contoh, pada tahun 1984. Papert
menunjukkan bahwa komputer akan menjadi “katalis yang sangat mendalam dan
radio: perubahan dalam sistem pendidikan” (hal. 422) dan bahwa pada tahun 1990,
satu komputer per anak akan menjadi negara yang sangat umum urusan di
sekolah-sekolah di Amerika Serikat.
Meskipun komputer akhirnya dapat memiliki dampak besar pada praktek
pembelajaran di sekolah, pada pertengahan 1990-an, memiliki dampak kecil.
Survei mengungkapkan bahwa pada 1995, meskipun sekolah-sekolah di Amerika
Serikat yang dimiliki, rata-rata, satu komputer untuk sembilan siswa, dampak
komputer pada praktek pembelajaran sangat minim, dengan sejumlah besar guru
pelaporan penggunaan sedikit atau tidak ada komputer untuk tujuan instruksi.
Selain itu, dalam banyak kasus, penggunaan komputer jauh dari inovatif. Di
sekolah dasar, guru melaporkan bahwa komputer sedang digunakan terutama untuk …
dan praktek; pada tingkat menengah, laporan menunjukkan bahwa komputer
digunakan utama untuk mengajar keterampilan yang berkaitan dengan komputer
seperti pengolah kata (Anderson & Ronnkvi1999; Becker, 1998; Kantor
Technology Assessment, 1995)
j. Perkembangan terbaru
Sejak tahun 1995, kemajuan pesat dalam komputer dan teknologi
digital lainnya, serta Internet, telah menyebabkan minat yang meningkat pesat,
dan penggunaan, media ini untuk tujuan pembelajaran, khususnya dalam pelatihan
bisnis dan industri. Sebagai contoh, sebuah survei terbaru dari lebih dari 750
perusahaan pelatihan industri (Bassi & Van Buren, 1999) mengungkapkan bahwa
persentase dari pelatihan yang disampaikan melalui teknologi baru seperti CD-ROM,
intranet, dan internet meningkat dari kurang dari 6% di tahun 1996 menjadi
lebih dari 9% pada tahun 1997 dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih
dari 22% pada tahun 2000. Survei lain baru-baru ini melaporkan bahwa pada tahun
1999, 14% dari semua pelatihan formal disampaikan melalui komputer (“Industri
Laporan 1999″, 1999).
Dalam beberapa tahun terakhir, minat dalam menggunakan Internet
untuk tujuan pembelajaran juga telah berkembang pesat dalam pendidikan tinggi
dan militer. Sebagai contoh, antara 1994-95 dan 1997-98 tahun akademik,
pendaftaran dalam kursus-kursus belajar jarak jauh di lembaga pendidikan tinggi
di Amerika Serikat hampir dua kali lipat, dan persentase institusi yang
menawarkan program pembelajaran jarak jauh meningkat dari 33% menjadi 44%,
dengan 78% dari publik empat tahun lembaga yang menawarkan program tersebut.
Selain itu, sedangkan pada tahun 1995, hanya 22% dari lembaga pendidikan tinggi
menawarkan program pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi internet
berbasis asynchronous, pada tahun 1997-98 akademik, 60% dari lembaga
melakukannya (Lewis. Salju, Farris, Levin, & Greene, 1999). Dalam militer,
pada tahun 2000, Sekretaris Angkatan Darat AS mengumumkan bahwa 5600000000 akan
dihabiskan selama enam tahun ke depan untuk memungkinkan tentara untuk
mengambil kursus pendidikan jarak jauh melalui Internet (Carr, 2000).
Sejak tahun 1995, ada juga peningkatan yang signifikan dalam jumlah
teknologi yang tersedia di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Sebagai contoh,
hasil survei nasional 1998 (Anderson & Ronnkvist, 1999) mengungkapkan bahwa
sementara pada tahun 1995 rata-rata ada satu komputer untuk setiap sembilan
siswa, pada tahun 1998 rasio tersebut telah dikurangi menjadi satu komputer
untuk setiap enam siswa. Selain itu, persentase sekolah yang memiliki akses
Internet meningkat dari 50% pada 1995 menjadi 90% pada tahun 1998. Namun,.
sebagaimana telah terjadi sepanjang sejarah media pembelajaran, peningkatan
kehadiran teknologi di sekolah-sekolah tidak selalu berarti peningkatan penggunaan
teknologi yang untuk tujuan pembelajaran. Anderson & Ronnkvist (1999) juga
menyatakan bahwa meskipun jumlah komputer di sekolah telah meningkat, sebagian
besar komputer yang cukup terbatas dalam hal perangkat lunak yang mereka dapat
berjalan. Selanjutnya, mereka menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar sekolah
sekarang memiliki akses Internet, mahasiswa akses ke Internet terbatas di
banyak sekolah, dengan beberapa siswa mampu menggunakannya untuk sekolah
mereka. Pengamatan ini membuat sulit untuk memastikan sejauh mana praktik
pembelajaran di sekolah-sekolah telah dipengaruhi oleh adanya peningkatan
media.
Terlepas dari ketidakpastian tentang sejauh mana penggunaan media di
sekolah, sebagian besar bukti yang dikutip jelas menunjukkan bahwa sejak tahun
1995, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan media
pembelajaran dalam berbagai pengaturan, mulai dari bisnis dan industri untuk
pendidikan militer dan lebih tinggi. Dalam bisnis, industri, dan militer,
Internet telah dilihat sebagai sarana memberikan instruksi dan informasi untuk
pelajar tersebar luas dengan biaya yang relatif rendah. Selain itu, dalam
banyak kasus, aksesibilitas komputer yang mudah memungkinkan peserta didik
untuk menerima dukungan instruksi dan / atau kinerja (seringkali dalam bentuk
sistem pendukung kinerja elektronik atau sistem manajemen pengetahuan) kapan
dan di mana mereka membutuhkannya, karena mereka melakukan tugas-tugas
pekerjaan tertentu.
Dalam pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh melalui Internet
telah dilihat sebagai metode rendah biaya menyediakan instruksi untuk siswa
yang, karena berbagai faktor (misalnya, pekerjaan dan tanggung jawab keluarga
jarak geografis.), Tidak mungkin sebaliknya telah mampu menerimanya. Namun,
pertanyaan tentang efektivitas-biaya dari instruksi tersebut masih belum
terjawab (Hawkridge. 1999).
Alasan lain bahwa media baru yang digunakan untuk tingkat yang lebih
besar mungkin karena peningkatan kemampuan interaktif dari media. Moore (1989)
menjelaskan tiga jenis interaksi antara agen yang biasanya terlibat dalam
kegiatan pembelajaran. Interaksi ini antara peserta didik dan konten
pembelajaran, antara pelajar dan instruktur, dan di antara pembelajar sendiri.
Sifat media pembelajaran yang umum selama beberapa bagian dari ketiga dua yang
pertama, dari abad lalu (e., .. film dan televisi pembelajaran) dipekerjakan
terutama sebagai sarana memiliki peserta didik berinteraksi dengan isi
pembelajaran . Sebaliknya, melalui penggunaan fitur seperti e-mail, chat room
dan bulletin board, Internet sering digunakan sebagai sarana untuk peserta
didik dengan instruktur dengan pelajar lain, serta dengan konten instruksional.
Ini adalah salah satu contoh bagaimana beberapa media baru membuatnya lebih
mudah untuk mempromosikan, berbagai jenis interaksi yang digambarkan oleh
Moore.
Selain itu, kemajuan dalam teknologi komputer, khususnya berkaitan
dengan meningkatkannya kemampuan multimedia media ini, membuat lebih mudah bagi
pendidik untuk merancang pengalaman belajar yang melibatkan interaksi antara peserta
didik lebih konten pembelajaran daripada sebelumnya. Misalnya, seperti jumlah
dan jenis informasi yang dapat disajikan oleh komputer telah meningkat, jenis
umpan balik serta jenis masalah, yang dapat disajikan kepada peserta didik
telah sangat diperluas. Kemampuan ini meningkatkan pembelajaran menjadi menarik
perhatian banyak pendidik. Selain itu, kemampuan komputer untuk menyajikan
informasi dalam berbagai bentuk, serta memungkinkan peserta didik untuk mudah
link ke berbagai konten, telah menarik minat perancang pembelajaran memiliki
perspektif konstruktivis. Orang yang sangat peduli dengan penyajian masalah
otentik (mis. “dunia nyata”) dalam lingkungan belajar di mana peserta didik
memiliki banyak kontrol atas kegiatan yang mereka terlibat dalam dan alat-alat
dan sumber daya yang mereka gunakan, menemukan teknologi digital yang baru
lebih akomodatif daripada pendahulunya.
Seperti beberapa contoh dalam beberapa paragraf sebelumnya
menunjukkan, bahwa dalam beberapa tahun terakhir komputer, Internet. dan
teknologi digital lainnya sering digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dan
kinerja melalui beberapa cara non-tradisional. Sebagai contoh, sistem kinerja
komputer dibantu dukungan elektronik. sistem manajemen pengetahuan, dan
pelajar-berpusat lingkungan belajar sering berfungsi sebagai alternatif untuk
pelatihan atau instruksi langsung. Ketika dampak masa kini media pembelajaran
sedang dipertimbangkan, jenis aplikasi tidak boleh diabaikan.
III. RANGKUMAN
Dari beberapa sejarah perkembangan teknologi pendidikan di atas jelaslah bahwa teknologi Pendidikan, sebagai
satu bidang keilmuan, memang tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan
komunikasi audio visual. Terutama pasca Perang Dunia II, teknologi Pembelajaran
semula dilihat sebagai teknologi yang berkaitan dengan penggunaan peralatan,
media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi istilah itu sinonim
dengan konsep ‘mengajar berbantuan peralatan audio-visual’.
Bidang keilmuan ini merupakan hasil dari tumbuh kembang tiga aliran yang saling
berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan
pendekatan sistem dalam pendidikan.
Dari banyak pelajaran yang dapat kita
pelajari dengan meninjau sejarah media pembelajaran, mungkin salah satu yang
paling penting melibatkan perbandingan antara efek diantisipasi dan aktual
media pada praktek instruksional. Sebagai mana Kuba (1986) telah menunjukkan,
saat kita meninjau-melihat kembali selama abad terakhir dari sejarah media,
Anda mungkin perlu diperhatikan pola berulang dari harapan dan hasil. Sebagai
media baru memasuki adegan pendidikan, ada banyak minat awal dan antusiasme
banyak tentang efek kemungkinan untuk memiliki pada praktek instruksional.
Namun, antusiasme dan ketertarikan akhirnya memudar, dan pemeriksaan mengungkapkan
bahwa media memiliki dampak minimal terhadap praktek tersebut. Misalnya,
prediksi optimis Edison bahwa film akan merevolusi pendidikan terbukti tidak
benar, dan antusiasme untuk televisi instruksional yang ada selama tahun 1950
sangat berkurang pada pertengahan tahun 1960-an, dengan dampak kecil pada
instruksi di sekolah. Kedua contoh melibatkan penggunaan media di
sekolah-sekolah, pengaturan di mana penggunaan media pembelajaran telah paling
erat diperiksa. Namun, data mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bisnis
dan industri mendukung kesimpulan serupa, yaitu, bahwa meskipun antusiasme
tentang penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri, sampai saat
ini media yang memiliki dampak minimal terhadap praktik pembelajaran dalam
lingkungan tersebut.
Bagaimana
dengan prediksi, pertama dibuat pada 1980-an, bahwa komputer akan merevolusi
instruksi? Sebagai data dari sekolah mengungkapkan, pada pertengahan 1990-an,
bahwa revolusi tidak terjadi. Namun, data dari paruh kedua dekade menunjukkan kehadiran
berkembang, dan mungkin penggunaan, komputer dan internet di sekolah. Selain
itu, selama akhir 1990-an, media ini mengambil peran dukungan semakin besar
dalam pembelajaran dan kinerja dan juga dalam pengaturan lainnya seperti bisnis
dan industri dan pendidikan tinggi. Apakah dampak media pada instruksi lebih
besar di masa depan daripada itu telah di masa lalu?
Berdasarkan
alasan tersebut untuk meningkatnya penggunaan media baru, adalah wajar untuk
memperkirakan bahwa selama dekade berikutnya, komputer, internet, dan media
digital lainnya akan membawa perubahan besar dalam praktek instruksional dari
media yang mendahului mereka. Namun, mengingat sejarah media dan dampaknya pada
praktik pembelajaran, adalah juga wajar untuk mengharapkan bahwa perubahan
tersebut, baik di sekolah dan pengaturan instruksional lainnya, cenderung
terjadi lebih lambat dan kurang luas daripada media yang paling penggemar saat
ini memprediksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Reiser R.A, Dempsey, JV. 2002. Trends and
Issues in Instructional Design and Technology. USA: Florida
State University.
Dewi Salma Prawiradilaga dan Evaline
Siregar. 2007. Mozaik Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan Fakultas, Fakultas Ilmu Pendidikan.
yup sama-sama gan..
BalasHapustapi jangan pake jurus ctrl A + ctrl C + ctrl V ya..
hehe
Thanks sharenya ya..... sangat bermanfaat
BalasHapus