A.
PENTINGNYA PENILAIAN KEBUTUHAN
PELATIHAN
Persaingan telah
mendorong organisasi agar selalu meningkatkan kinerja yang dimiliki oleh setiap
anggota-anggota atau pegawai yang dimilikinya. Setiap organisasi akan berusaha mencapai
keunggulan bersaing dengan memaksimalkan kemampuan seluruh anggotanya. Kondisi ini
menyadarkan setiap organisasi bahwa pelatihan karyawan merupakan kebutuhan yang
tak dapat ditunda. Hal ini telah diakui secara umum oleh para manajer
organisasi yang ada bahwa kemajuan suatu organisasi tergantung dari
pengembangan sumber daya manusianya dan diyakini pula bahwa kinerja karyawan
dapat ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan seperti pelatihan dan lain
sebagainya. Suatu tantangan dan kesempatan bagi seorang manajer sumber daya manusia
dan para professional pelatihan untuk dapat membantu organisasi agar mampu
berkompetisi dan responsive dalam lingkungan yang berubah cepat.
Seringkali organisasi
mengabaikan langkah penting dalam penentuan pelatihan yaitu tentang penilaian
kebutuhan pelatihan, sedangkan langkah ini merupakan langkah yang sangat
penting peranannya dalam mensukseskan program pelatihan yang akan dilaksanakan.
Organisasi perlu menentukan secara tepat tentang apa saja yang menjadi
kebutuhan dalam pelatihan agar penggunaan biaya pelatihan dan sumber lain
menjadi lebih efektif. Langkah awal yang perlu diperhatikan adalah lokasi, sco
pe
(ruang lingkup), dan
tingkat kepentingannya.
Penilaian kebutuhan
pelatihan (training need assessment) merupakan langkah strategis untuk
mengetahui program pelatihan yang tepat bagi organisasi dan karyawan. Penilaian
kebutuhan pelatihan sangat penting karena menyediakan informasi mengenai
tingkat keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) sumber daya
manusia yang ada dalam sebuah organisasi. Dengan informasi ini, organisasi
dapat mengetahui gap antara kebutuhan organisasi dan kapabilitas yang
dimiliki oleh karyawan. Pelatihan yang diselenggarakan diharapkan dapat
difokuskan untuk mengisi gap
tersebut.
B.
PENILAIAN KEBUTUHAN SEBAGAI LANGKAH
STRATEGIS
Penilaian kebutuhan
merupakan langkah awal sebelum mengadakan program pelatihan dan cara penting
untuk mengalokasikan pelatihan secara efektif (Schuler, 1993). Untuk
menghasilkan program pelatihan yang tepat harus didasari oleh langkah awal yang
tepat. Selain sebagai dasar menentukan pelatihan, penilaian kebutuhan juga
menyediakan ukuran untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang
(Cline, 1993).
Ibaratnya dokter,
seorang dokter tidak akan mengobati pasien sampai dia mengetahui apa yang
menyebabkan penyakit dan apa yang diperlukan untuk mengatasi penyakit tersebut.
Manajemen tidak dapat menentukan pelatihan begitu saja tanpa menganalisis
dahulu kebutuhan dan tujuan apa yang ingin dicapai. Penilaian kebutuhan merupakan
“road map” untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Doliver, 1993).
Penentuan program pelatihan yang tepat bagi karyawan akan memberi nilai bagi
organisasi sebagai hasil yang dicapai dari program pelatihan tersebut.
Ada tiga tahap
penilaian kebutuhan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, yaitu analisis
organisasi, analisis operasi dan analisa individu (Schuler, 1993).
[
1.
Analisis Organisasi
Analisis organisasi
menentukan dimana pelatihan dapat dilakukan dan dimana atau di bidang apa
seharusnya dilakukan di dalam organisasi. Analisis ini memfokuskan pada
organisasi secara keseluruhan, antara lain mencakup analisis tujuan organisasi,
analisis sumber daya, analisis efisiensi, dan analisis iklim organisasi.
Pada tingkat
organisasi, kebutuhan pelatihan harus dianalisis sesuai dengan tujuan dan
strategi organisasi. Jika hal ini tidak dilakukan, waktu dan biaya untuk
penyelenggaraan program akan sia-sia dan tujuan tidak tercapai. Sebagai contoh,
ada kemungkinan karyawan dilatih untuk mempunyai keahlian tertentu yang
sebenarnya telah mereka kuasai. Karyawan
hanya belajar sedikit
dari program yang diikuti. Keahlian ataupun pengetahuan yang diberikan tidak
memenuhi kebutuhan actual karyawan dan organisasi. Dengan demikian, biaya
pelatihan yang dikeluarkan tidak akan bermanfaat selama periode pelatihan
tersebut.
Analisis lingkungan
eksternal dan internal organisasi juga sangat penting. Analisis ini perlu untuk
memperoleh informasi misalnya trend strategi bisnis, produktivitas, absensi, tumover,
dan perilaku karyawan di tempat kerja. Informasi ini berguna bagi penentuan
tujuan pelatihan yang hendak dicapai. Pertanyaan penting yang muncul yaitu
“Apakah pelatihan akan menghasilkan perubahan perilaku karyawan dan akan
memberi kontribusi pada tujuan organisasi?”.
Sebagai tahap awal
berarti perlu adanya upaya mengkaitkan penilaian kebuuthan pelatihan dengan
pencapaian tujuan organisasi. Dengan mengkaitkan hubungan tersebut, kebutuhan
pelatihan akan dapat diidentifikasi. Tanpa mengetahui tujuan organisasi,
organisasi tidak dapat menentukan perlu tidaknya pelatihan.
2. Analisis
Operasi
Analisis operasi
menentukan bagaimana karyawan melakukan suatu pekerjaan. Tujuan analisis ini
adalah untuk menentukan apa yang seharusnya diberikan kepada karyawan agar
karyawan dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tingkat yang ingin dicapai.
Analisis operasi memerlukan pengujian secara hati-hati pekerjaan yang harus
ditampilkan setelah pelaksanaan pelatihan. Analisis ini mencakup:
a.
pengumpulan informasi secara sistematis yang
menggambarkan secara tepat bagaimana suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan dilakukan.
b.
penentuan standar kinerja (performance)
untuk suatu pekerjaan.
c.
Penentuan bagaimana pekerjaan harus
dilakukan untuk memenuhi standar tersebut.
d.
Penentuan pengetahuan, keahlian,
kemampuan, dan karakteristik lain yang diperlukan untuk suatu kinerja yang
efektif.
3.
Analisis Individu
Analisis ketiga adalah
analisis individu. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui bagaimana kinerja
setiap karyawan ketika melakukan pekerjaan. Pada tahap ini kebutuhan pelatihan
setiap karyawan ditentukan.
Perbedaan antara
kinerja yang diinginkan dengan kinerja yang sesungguhnya merupakan kebutuhan
pelatihan bagi individu. Kinerja standar yang telah ditetapkan pada tingkat
operasi merupakan kinerja yang ingin dicapai. Sedangkan informasi mengenai
kinerja actual karyawan dapat diperoleh dari data kinerja individu, penilaian
supervisor, attitude survey, wawancara dan sebagainya. Kesenjangan
antara kinerja actual dan kinerja yang ingin dicapai akan diisi dengan
pelatihan.
Dari tahap-tahap
analisis tersebut dapat dikatakan bahwa analisis organisasi merupakan dasar
untuk melakukan analisis operasi, dan analisis operasi sebagai dasar analisis
individu. Ketiga analisis kebutuhan pelatihan tersebut harus dilakukan secara
terintegrasi. Kerugian yang diperoleh jika program pelatihan tidak
terkoordinasi dengan tujuan dan sasaran organisasi adalah waktu dan biaya
banyak dikeluarkan tanpa menghasilkan peningkatan kinerja.
C.
KEBUTUHAN PELATIHAN (Dasar
Teoritis)
Untuk menentukan
kebutuhan pelatihan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar
– kinerja AKTUAL = kebutuhan pelatihan. Ini berarti perbedaan antara kinerja
yang ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan.
Pada umumnya manajer
akan dengan cepat memutuskan untuk mengadakan pelatihan jika diketahui adanya
kesenjangan kinerja tersebut. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah
perbedaan kinerja tidak dapat begitu saja diinterpretasikan sebagai problem
pelatihan dan tidak harus diatasi dengan pemberian pelatihan. Untuk melihat
apakah perbedaan tersebut merupakan problem pelatihan perlu mengetahui secara
pasti apakah perbedaan tersebut disebabkan oleh skill deficiency.
Ada empat ketentuan
yang menjadi dasar pengidentifikasian kebutuhan pelatihan (Moore, 1978).
Ketentuan pertama merupakan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu D=M–I,
dimana D = Deficiency, M = Mastery, dan I = Initial Skill.
Tujuan ketentuan pertama ini adalah untuk menghindari ditetapkannya
tujuan-tujuan instruksional pelatihan yang tidak diperlukan dan menghindari
pemberian program yang sebenarnya telah dikuasai karyawan.
Ketentuan kedua adalah
organisasi perlu mengetahui value yang akan diperoleh dari program
pelatihan. Nilai hasil ditunjukkan oleh karyawan merupakan nilai yang telah
diperoleh dari pelatihan tersebut. Organisasi perlu memperhatikan value yang
akan diperoleh dan bukan sekedar apa yang dipelajari.
Ketentuan ketiga adalah
organisasi perlu mengetahui secara pasti bahwa kebutuhan pelatihan memang
karena pengetahuan karyawan tidak memadai. Seringkali dijumpai adanya
ketidakmampuan dalam kegiatan bisnis yang disebabkan bukan karena pengetahuan
karyawan yang tidak memadai akan tetapi disebabkan oleh kondisi lain. Kinerja
buruk dapat terjadi antara lain karena kurangnya umpan balik, kurang motivasi,
tugas yang tidak jelas, dan mungkin juga karena sanksi yang diberikan.
Ketentuan keempat dalam
penentuan kebutuhan pelatihan adalah urutan prioritas. Dari beberapa kebutuhan
yang diinvestigasi, tentu ada kebutuhan yang lebih penting dari yang lain.
Penentuan prioritas ini dapat diperoleh dari P = VN/C, dimana P = Prioritas, V=
Value, N = jumlah orang yang diberi pelatihan, dan C = biaya. Penentuan
prioritas ini dilakukan karena pertimbangan nilai yang diperoleh dan biaya
tertentu yang diinvestasikan.
D.
PENDEKATAN SISTEMATIS PENILAIAN
a.
Analisis Kebutuhan Pelatihan
Dari pembahasan di atas
maka penilaian kebutuhan pelatihan merupakan cara untuk mengidentifikasikan
nilai maksimum yang akan diperoleh dari investasi yang dikeluarkan untuk
pelatihan dan pengembangan.
Pendekatan ini merupakan
cara yang konsisten dan fleksibel untuk menganalisis sumber daya manusia dalam
sebuah organisasi. Perusahaan dapat menghemat waktu, dana dan usaha untuk
mengatasi masalah yang tepat. Cara ini merupakan cara efisien untuk memenuhi
kebutuhan keahlian dan pengetahuan serta dapat mengatasi perubahan di masa yang
akan datang. Lebih lanjut, pendekatan ini menggambarkan bagaimana proses
penilaian tersebut terintegrasi ke dalam rencana strategic organisasi.
b.
Menentukan Siapa yang melakukan Penilaian
Organisasi besar
biasanya mempunyai staf yang berpengalaman dalam penilaian kebutuhan pelatihan.
Dengan keterbatasan kemampuannya para manajer lini organisasi yang ingin
melakukan penilaian akan meminta bantuan pada para professional ini. Organisasi
kecil dan tidak mempunyai staf pengembangan sumber daya manusia biasanya akan mencari
bantuan konsultan eksternal.
Ada segi positif dan
negatif jika menggunakan konsultan eksternal. Segi positifnya antara lain
adalah para konsultan eksternal biasanya mempunyai posisi netral dalam
melakukan penilaian dan tidak akan mempertimbangkan hal lain selain hasil
penilaian tersebut. Konsultan eksternal tidak dapat dipengaruhi oleh kultur
organisasi. Konsultan eksternal relatif tidak bisa dalam menghasilkan penilaian
dan tidak terpengaruh oleh kondisi politik internal ataupun pengaruh-pengaruh
lain.
Di sisi lain, penggunaan konsultan ini
mempunyai segi negatif, antara lain:
-
Biaya untuk konsultan eksternal biasanya
lebih mahal dibanding jika menggunakan tenaga ahli internal.
-
Manajer pengembangan sumber daya manusia
merasa kehilangan kontrol jika menggunakan konsultan.
-
Manajer atas mungki akan menolak membuka
organisasi untuk suatu pengamatan yang lebih teliti yang dilakukan oleh
konsultan eksternal.
c.
Mendefinisikan Tujuan Penilaian
Tahap berikutnya adalah
mendefinisikan secara selektif tujuan penilaian. Tujuan penilaian harus jelas.
Tujuan penilaian merupakan referensi bagi seluruh tahap dalam proses ini. Data
yang dihasilkan harus merupakan cerminan langsung tujuan yang telah ditetapkan
dalam penilaian ini.
d.
Memperoleh Komitmen Manajemen
Penilaian kebutuhan ini
akan gagal sejak awal jika tidak ada komitmen, kepercayaan, dan dukungan dari
manajemen. Untuk memperoleh komitmen dari manajer maka tujuan penilaian
ditentukan secara spesifik.
e.
Memilih Metodologi yang tepat
Berbagai metode dan
teknik dapat diterapkan untuk menilai kebutuhan pelatihan. Metode-metode tersebut
antara lain adalah survai, observasi umum, wawancara individu, focus group (McClelland,
1993) dan data performance appraisal (Umiker, 1990). Metode yang dipilih
hendaknya sesuai dengan kultur dan struktur organisasi. Sebagai contoh, di
dalam organisasi besar mungkin lebih baik menggunakan survai tertulis dan wawancara
individu. Untuk organisasi yang lebih kecil, penggunaan wawancara dan focus
group mungkin lebih baik. Beberapa elemen penting yang dapat
dipertimbangkan dalam metodologi penilaian ini adalah:
·
Tingkat ketepatan yang diperlukan
·
Waktu yang diperlukan untuk mengadakan
penilaian
·
Ketersediaan sumber daya manusia yang
berpengalaman (internal maupun eksternal) untuk mengadakan penilaian.
·
Faktor biaya, baik menggunakan sumber
eksternal ataupun sumber internal.
·
Kemampuan untuk melakukan survai dan
wawancara secara rahasia.
v Survai
Survai merupakan cara
yang sering dilakukan untuk mengumpulkan data. Dari survai dapat diperoleh data
yang kemudian dibuat tabulasinya dan dianalisis. Pertanyaan survai harus
diperhatikan agar terhindar dari umpan balik yang bias. Pertanyaan survai harus
benar sehingga tidak terjadi interpretasi yang keliru dari para responden.
Keuntungan penggunaan
metode ini adalah: 1) dapat diterapkan pada populasi yang besar, 2) cara yang
mudah dalam memperoleh feedback, 3) bias dapat diminimumkan, dan 4)
mengisi kuesioner relatif mudah.
v Observasi
Umum
Kebutuhan pelatihan
dapat pula ditentukan melalui teknik observasi. Observasi sangat baik digunakan
jika terdapat keterbatasan sumber daya untuk mengadakan penilaian dan jika
kelompok atau proses yang akan diobservasi terlalu besar dan kompleks.
Observasi hendaknya dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi
dan juga yang mengenal prosedur atau proses yang diobservasi.
v Wawancara
Individu
Wawancara individu
biasanya digunakan bersama dengan survai tertulis, meskipun demikian dapat juga
digunakan secara independen. Wawancara individu dapat juga ditujukan untuk
mengetahui valid tidaknya umpan balik tertulis yang diperoleh dari survai.
Wawancara dapat menyediakan informasi tambahan berkaitan dengan hal yang sedang
dianalisis.
Keuntungan menggunakan
wawancara adalah kesempatan untuk mengadakan interaksi secara langsung antara
analis pengembangan sumber daya manusia dengan individu yang kebutuhan
pelatihannya sedang dipertimbangkan. Wawancara individu merupakan cara paling efektif
untuk mengumpulkan data dan menghasilkan data yang lengkap.
Pengalaman telah
menunjukkan bahwa banyak karyawan tidak suka diwawancara. Orang akan merasa
pekerjaan dan posisinya terancam. Oleh karenanya, pada saat wawancara perlu
diciptakan suasana seolah-olah karyawan tersebut sedang tidak diteliti. Tentu
saja perlu analis yang berpengalaman dalam hal wawancara ini.
v
Focus Groups
Focus group ini
mirip dengan konsep quality circle (QC). Bedanya adalah kelompok ini
digunakan untuk mengadakan brainstorming mengenai hal tertentu sedangkan
QC digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan proses untuk
mengatasi masalah tersebut. Kelompok ini digunakan untuk menyelidiki alasan
atau peristiwa yang telah membentuk impresi kelompok tersebut. Data yang diperoleh
dari cara ini akan berupa data kualitatif.
Kelemahan penggunaan
kelompok ini adalah biaya yang besar. Biaya yang dikeluarkan antara lain untuk
mengadakan pertemuan reguler dan juga apabila anggota kelompok berasal dari
daerah yang berbeda.
Meskipun biaya
penyelenggaraan besar, kelompok ini menyediakan informasi yang berguna sebagai
dasar investigasi lebih lanjut melalui survai atau wawancara.
v
Performance Appraisal
Dari suatu survai pada
perusahaan-perusahaan yang telah memenangkan National Training Awards,
diketahui bahwa 11 dari 13 perusahaan mengkaitkan kebutuhan pelatihan dengan
penilaian kinerja. Enam dari sebelas perusahaan tersebut mempertimbangkan
laporan penilaian kinerja sebagai alat utama untuk mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan (Sloman,1993). Suatu studi telah dilaksanakan untuk menentukan apakah
analisis laporan kinerja berguna untuk menilai kebutuhan pelatihan manajemen
(Umiker, 1990). Hasil studi menunjukkan bahwa laporan penilaian kinerja sangat
berguna dalam menentukan kebutuhan pelatihan. Yang perlu diperhatikan jika
menggunakan laporan ini adalah form penilaian harus terstruktur dan
manajer harus terampil dalam proses menilai kinerja.
f.
Mengadministrasi dan Mengendalikan
Penilaian
Parameter-parameter
untuk mengadministrasi dan mengendalikan penilaian ini harus ditentukan
sebelumnya. Parameter-parameter tersebut antara lain adalah pengumpulan
instrumen survai, tabulasi data, penjadwalan wawancara individu, penentuan
biaya, dukungan administrasi dan kesepakatan ketepatan skedul. Administrasi
sejak awal harus jelas jika menggunakan konsultan eksternal dan demikian pula
penentuan tanggung jawab setiap individu. Perencanaan yang matang sejak awal
akan membantu kelancaran penilaian tersebut.
g.
Menganalisis Hasil
Analisis data dan umpan
balik merupakan proses yang harus dilakukan secara hati-hati. Interpretasi
harus dilakukan dengan benar. Judgement awal harus dihindari sampai
seluruh data dikumpulkan. Hal ini sangat penting agar tidak mempengaruhi sudut
pandang analis dan obyektivitas analisis tersebut.
Jika menggunakan
survai, keputusan mengenai bagaimana mengatasi survai yang tidak lengkap dan
jawaban yang rancu harus ditentukan di awal penilaian. Jika survai tertulis
digunakan dan tabulasi respon dilakukan dengan menggunakan komputer, maka perlu
perhatian pada proses memasukkan data. Analisis data yang berupa narasi yang
diperoleh dari focus group dan wawancara memerlukan analisis yang
hati-hati.
Tujuan penilaian perlu
diperhatikan sehingga hanya informasi yang berkaitan langsung dengan tujuan
tersebut yang terutama diperhatikan. Informasi tambahan menjadi pertimbangan
kedua. Sebagai contoh, apabila diasumsikan bahwa tujuan utama penilaian
kebutuhan adalah “untuk mengidentifikasi karyawan yang memerlukan pelatihan interpersonal
skill’, maka informasi mengenai communication skill mungkin relevan
tetapi tidak langsung berkaitan dengan tujuan utama.
Hal lain yang perlu
ditekankan adalah menjaga kondisi kenetralan ketika menganalisis hasil.
Seringkali sulit untuk mencegah interpretasi pribadi mengenai informasi, tetapi
pengaruh tersebut harus diminimumkan agar interpretasi dan analisis data dapat
dilakukan secara tepat.
h.
Mempresentasikan kepada Manajer
Puncak
Setelah analisis data
selesai, rekomendasi dapat dibuat dan dipresentasikan kepada manajer.
Rekomendasi hasil penilaian ini mencakup tujuan, profil kelompok pelatihan,
durasi, biaya, dan metode evaluasi. Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil
perbandingan prioritas-prioritas yang perlu dilakukan secara hati-hati.
DAFTAR
PUSTAKA
Cline, Erik B., &
Pennie S. Seibert, “Help for First-Time
Needs Assessors”, Training & Development, May, 1993, hal.
99-101.
Dolliver, Sarah K., “To Train or Not To Train? …An Essential
Question”, Supervision, October, 1993, hal. 12-15.
McClelland, Samuel, “A Systematic Training Needs”, IM, July/August,
1993, hal. 15-18.
Moore, Michael L. &
Philip Dutton, “Training Needs Analysis:
Review and Critique”, Academy of Management Review, (3-3), 1978,
hal. 301-315.
Schuler, Randal S.
& Vandra L. Huber, Personnel and Human Resource Management, edisi
kelima, New York: West Publishing Company, 1993, hal. 511-520.
Sloman, Martyn, “Training to Play a Lead Role”, Personnel
Management, July 1993, hal.40-45.
Umiker, William &
Thomas Conlin, “Assessing the Need for
Supervisory Training: Use of Performance Appraissal”, Health Care
Supervisor, January, 1990, hal. 40-45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar