Selasa, 14 Mei 2013

KAWASAN PEMANFAATAN



I.          Sejarah perkembangan kawasan pemanfaatan
Kawasan Pemanfaatan merupakan kawasan teknologi pembelajaran tertua diantara kawasan-kawasan yang lain, karena penggunaan bahan audiovisual secara teratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan pemanfaatan berasal dari gerakan pendidikan visual yang tumbuh subur selama dekade pertama abad ini dengan didirikannya museum-museum sekolah. Selama tahun-tahun awal abad ke-20, guru-guru mulai berupaya untuk menggunakan film teatrikal dan film singkat mengenai pokok pembelajaran di ruangan kelas. Dengan demikian terciptalah pasar bagi film yang dirancang khusus bagi tujuan pendidikan.
Pada tahun 1923 anggaran dana pendidikan visual dalam sistem persekolahan kota di amerika telah mencakup projector, stereopticons, persewaan film dan lentera film bingkai (lantern slides). diantara penelitian formal yang paling tua mengenai aplikasi media dalam pendidikan ialah study penelitian dari lashley dan Watson mengenai penggunaan film-film pelatihan militer pada perang 
dunia I dengan sasaran orang-orang sipil. Titik pusat perhatian utama dari kegiatan tersebut adalah menemukan cara bagaimana film-film tersebut dapat digunakan dengan efek yang paling baik. Penelitian dari Mc Cluskey dan Hoban pda tahun 1930an juga memusatkan perhatian utamanya pada pengaruh pemanfaatan film dalam kelas. (seatler dalam seels dan richy, 1994).
Selama tahun 1960an banyak sekolah dan perguruan tinggi mulai mendirikan pusat-pusat media pembelajaran, dan proyek-proyek kurikulum yang memasukkan media mulai tersedia. Ini semua memberikan kontribusi terhadap kawasan pemanfaatan.
Pertumbuhan teori selama tahun-tahun 1970an dan 1980an menghasilkan beberapa buku teks tentang pemilihan media. Proses pemilihan media disajikan melalui model desain pembelajaran karena model tersebut sistematis (reynold dan Anderson dalam seels dan richy, 1994). Pemilihan media merupakan salah satu langkah dalam mendesain system pembelajaran . jadi bilamana guru memilih media, maka artinya dia sedang melakukan fungsi desain pembelajaran, bukan fungsi pemanfaatan.
Pemilihan media begitu dekat hubungannya dengan pemanfaatan sehingga menyebabkan terjadinya tumpang tindih antara kawasan desain dan kawasan pemanfaatan bila pemilihan media dilakukan menurut proses desain yang sistematis, maka hal tersebut dimasukkan dalam tugas desain. Sebaliknya, bila menurut isi materi atau karakteristik media yang menggunakan proses desain yang lebih sederhana, maka termasuk dalam tugas pemanfaatan. Jadi, disini kita melihat lagi sifat  taksonomi yang terpadu dari defenisi bidang teknologi pembelajaran tahun 1994.
Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktifitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori dalam kawasan pemanfaatan cenderung berpusat pada perspektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi inovasi pada akhir tahun 1960an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi suatu gagasan, perhatian kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara. Timbulnya bidang ini dipengaruhi oleh terbitnya buku diffusion of invation karangan Everett M.rogers pada tahun 1992.
Defenisi AECT tahun 1977 menggabungkan pemanfaatan dan desiminasi menjadi satu fungsi, yaitu pemanfaatan-desiminasi. Tujuan dari fungsi tersebut adalah “memperkenalkan pebelajar dengan informasi yang berhubungan dengan teknologi pendidikan” (AECT dalam seels dan richy, 1994). Defenisi tahun 1977 juga memasukkan suatu fungsi pemanfaatan tersendiri dengan defenisi yang sama “memperkenalkan pebelajar dengan sumber belajar dan komponen system pembelajaran. Dalam defenisi tahun 1994, tugas desiminisi, yang berarti “usaha yang secara sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar akan adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi” dimasukkan ke dalam difusi sebagai sub kategori inovasi dari kawasan pemanfaatan.
Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai inovasi harus ada implementasi. Walaupun menurut literatur desain pembelajaran tahap pelaksanaan merupakan langkah sebelum penilaian, namun tidak harus merupakan keharusan bahwa langkah tersebut dilakukan sebelum spesifikasi pembelajaran ditentukan. Sebagai konsekuensinya, sedikit sekali literatur yang membahas proses implementasi. Sebagaimana halnya dengan penilaian sumatif dan rancangan difusi, rancangan pelaksanaan sering diabaikan karena kurangnya waktu dan dana.
Secara historis, kawasan mempunyai kebijakan dan aturan sendiri. Akan tetapi kawasan pemanfaatanlah yang paling terkena oleh kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan tersebut. Minsalnya pada Program televisi yang penggunaannya diatur sangat ketat, sehingga tidak bisa dipergunakan seenaknya saja. Hukum hak cipta dikenakan pada penggunaan teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu. Kebijakan dan peraturan pemerintah sangat mempengaruhi penggunaan teknologi dalam kurikulum. Jadi studi dan praktek tentang pelembagaan dapat terlibat dalam permasalahan perumusan kebijakan, perilaku politik, pengembangan organisasi, etika dan prinsip-prinsip ekonomi. Kesimpulannya adalah bahwa Lembaga pendidikan sangat memerlukan penyesuaiaan dalam hukum, perundangan maupun kebijakan-kebijakan lainnya pada tingkat lokal atau pada tingkat yang lebih tinggi.

II.       Pentingnya Fungsi Kawasan Pemanfaatan
Fungsi kawasan pemanfaatan adalah untuk memperjelas hubungan antara pebelajar dengan sistem pembelajaran. Fungsi kawasan pemanfaatan sangat penting karena membicarakan tentang kaitan pebelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Jelas fungsi ini sangat kritis karena penggunaan oleh pebelajar merupakan satu-satunya raison d’etre dari bahan pembelajaran. Mengapa kita harus bersusah payah dengan pengadaan dan pembuatan bahan apabila tidak akan kita gunakan? Jadi Kawasan pemanfaatan ini mempunyai jangakauan aktivitas dan strategi belajar yang luas.
Dengan demikian kawasan pemanfaatan menutut adanya penggunaan, deseminasi, difusi, implementasi dan pelembagaan yang sistematis. Akan tetapi hal tersebut sering kali dihambat oleh kebijakan dan peraturan. ada empat kategori dalam kawasan pemanfaatan yaitu pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi, institusionalisasi (pelembagaan), serta kebijakan dan regulasi.

III.    Empat kategori dalam Kawasan Pemanfaatan
1.    Pemanfaatan Media
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk menocokkan pebelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pebelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang telah dicapai oleh pebelajar, serta memasukannya kedalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Pemanfaatan media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Minsalnya, bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindak lanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pebelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.

2.    Difusi Inovasi
Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk dapat diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah untuk tercapainya perubahan. Tahap pertama dalam proses ini adalah membangkitkan kesadaran melalui desiminasi informasi. Proses tersebut meliputi tehap-tahap seperti kesadaran, minat, percobaan dan adopsi.
Menurut Rogers (dalam Seels & Richi, 1994) langkah-langkah difusi inovasi adalah meliputi pengetahuan, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Secara khusus proses tersebut mengikuti model proses komunikasi yang menggunakan alur multi-langkah termasuk komunikasi yang menggunakan “gatekeepers” atau penjaga lalu lintas informasi, minsalnya sekretaris, perantara dan “Opinion leaders” atau tokoh panutan.

3.    Implementasi dan Pelembagaan.
Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan adalah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.
Implementasi dan pelembagaan sangat bergantung pada perubahan individu maupun organisasi. Akan tetapi, tujuan dari implementasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari pelembagaan adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi. Kegagalan pada masa silam dari proyek teknologi pembelajaran seperti komputer dan televisi pembelajaran di sekolah, semakin menekankan pentingnya perencanaan yang baik untuk perubahan individu maupun untuk perubahan organisasi.

4.    Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalah etika dan ekonomi. Keduanya timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau dalam kelompok maupun luar kelompok. Dampak pengaruh tersebut lebih pada praktek dari pada teori.
Bidang teknologi pembelajaran telah ikut berjasa dalam penentuan kebijakan tentang televisi pembelajaran dan televisi masyarakat, hukum hak cipta, standar peralatan dan program, serta pembentukan unit administrasi yang mendukung Teknologi pembelajaran.

IV.    Kecendrungan dan Permasalahan dalam kawasan pemanfaatan
Kecendrungan dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan. Masalah lain yang berhubungan dengan kawasan ini adalah bagaimana gerakan restrukturisasi sekolah dapat mempengaruhi penggunaan sumber pembelajaran. Pertumbuhan yang pesat dari bahan dan sistem yang berbasis komputer telah meningkatkan resiko politik dan ekonomi bagi yang akan mengadakan adopsi terhadap bahan dan sistem tersebut.

V.       Penelitian Teknologi Pembelajaran dalam Kawasan Pemanfaatan.
Pada mulanya gagasan tentang kawasan pemanfaatan lebih berkonotasi pada aspek-aspek penggunaan, kemudian kawasan ini berkembang dan mencakup pada difusi dan pemanfaatan pengetahuan, termasuk pula peranan kebijakan public sebagai suatu mekanisme pelembagaan. Diluar bidang teknologi pembelajaran, studi tentang pemanfaatan pada umumnya lebih diartikan sebagai studi tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan, dan ini banyak dipengaruhi oleh hasil penelitan dan teori yang berkaitan dengan sejarah dan filsafat ilmu sosiologi ilmu pengetahuan (dunn, holzner, dan zaltman dalam seels dan richy, 1994). Prinsip ini telah melahirkan asumsi-asumsi penting bagi para pakar teknologi pembelajaran.
Asumsi yang tumbuh adalah bahwa kawasan pemanfaatan terbatasi oleh:
a)    Kerangka referensi masing-masing individu
b)    Kondisi sosial
c)    Permasalahan tentang keseluruhan system penerimaan
d)   Tindakan dari kelompok-kelompok yang berkomunikasi

Contoh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan materi dan proses pembelajaran adalah sikap pebelajar terhadap teknologi, tingkat indepedensi pebelajar dan faktor-faktor lain yang dapat menghambat atau mendukung pemanfaatan media atau materi dalam konteks system pembelajaran yang lebih luas.
Penelitian pemanfaatan dalam teknologi pembelajaran banyak menyinggung masalah-masalah seperti penggunaan media secara optimal, dan pengaruh media terhadap waktu yang diperlukan untuk belajar. (Thompson, simonson, dan hargrave dalam seels dan richy, 1994).
Pemanfaatan banyak bergantung pada proses difusi. Dalam kaitan ini karya rogers (1962,1983 dalam seels dan richy, 1994) memberikan kontribusi yang sangat penting untuk memahami gejala difusi inovasi. Secara umum penelitian telah mengidentifkasi variabel-variabel yang yang diduga banyak mempengaruhi penerimaan ide-ide baru dan menjelaskan bagaimana proses penerimaan inovasi baru tersebut dapat terjadi.




DAFTAR PUSTAKA

Seels, Barbara B. & Richy, Rita C. 1994. Instructional Technology. Washington DC : AECT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar